Jumat 21 Jun 2024 11:34 WIB

Beijing Anggap Perjanjian Rusia-Korut Urusan Dua Negara Berdaulat

Kim Jong-un dan Vladimir Putin meneken perjanjian kemitraan antara Korut dan Rusia.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan pertemuan di Pyongyang, Korea Utara, Selasa (18/6/2024).
Foto: EPA-EFE/GAVRIIL GRIGOROV / SPUTNIK / KREMLIN
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan pertemuan di Pyongyang, Korea Utara, Selasa (18/6/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China, Lin Jian mengatakan, penandatangan Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif antara Rusia dan Korea Utara (Korut) adalah urusan dua negara berdaulat. Sehingga China tidak perlu mencampurinya.

"Kerja sama antara Rusia dan DPRK adalah urusan antara dua negara berdaulat, terkait dengan kerja sama bilateral keduanya. Saya tidak punya komentar mengenai hal itu," kata Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, Kamis (20/6/2024).

Baca: PT PAL Tawarkan Kapal Rumah Sakit ke AL Filipina

Pada Rabu (19/6/2024), Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan kunjungan pertamanya ke Pyongyang setelah 24 tahun. Putin bertemu Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menandatangani dokumen Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif.

Perjanjian baru tersebut akan menjadi dasar kerja sama bilateral pada masa depan sekaligus mencerminkan perubahan signifikan dalam lanskap geopolitik dan hubungan bilateral antara Rusia dan Korut. Lin Jian tidak melihat, perjanjian tersebut akan memanaskan kondisi Semenanjung Korea.

Baca: Penny Burtt Pimpin Boeing Asia Tenggara dan Presdir di Indonesia

"Posisi China mengenai masalah Semenanjung Korea konsisten dan jelas. Kami menjunjung perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea dan memajukan penyelesaian politik masalah Semenanjung Korea merupakan kepentingan bersama semua pihak," ucap Lin Jian.

China, menurut Lin Jian, siap bekerja sama dengan pihak lain untuk memainkan peran konstruktif melalui jalur politik untuk mencapai tujuan tersebut. "Secara prinsip, China percaya bahwa dalam isu-isu yang berkaitan dengan Semenanjung Korea, menjatuhkan sanksi dan tekanan secara membabi buta tidak akan menyelesaikan masalah. Penyelesaian politik adalah satu-satunya jalan keluar yang bisa dilakukan," ungkap Lin Jian.

Baca: Korsel Siap Abaikan Indonesia Terkait Pengembangan Jet KF-21 Boramae

Dalam kunjungan tersebut, Presiden Vladimir Putin pun kembali menghadiahkan kendaraan mewah limusin Rusia kepada Kim Jong Un. Putin membeli Kim mobil Aurus baru dan satu set alat minum teh. Kedua barang tersebut termasuk di antara banyak hadiah yang dipertukarkan antara kedua pemimpin tersebut.

Limusin itu merupakan mobil Aurus kedua yang dihadiahkan Putin kepada Kim. Korea Utara mengungkapkan pada Februari tahun ini bahwa Putin telah memberi Kim sebuah limusin Aurus sebagai hadiah.

Foto-foto yang dirilis oleh media Rusia dan media asing lainnya menunjukkan Putin dan Kim bergiliran mengemudikan Aurus baru di sekitar wisma setelah melakukan pertemuan. Namun, memberikan kendaraan sebagai hadiah kepada Kim merupakan pelanggaran terhadap sanksi Dewan Keamanan PBB.

Baca: Mengulas Kapal Perang Korvet Bucheon-773 Hibah Korsel untuk TNI AL

Berdasarkan Resolusi 2397 yang disahkan Dewan keamanan pada Desember 2017, pasokan, penjualan, dan pengiriman barang-barang mewah ke Korea Utara dilarang dilakukan. Pemimpin Korut Kim Jong Un menyebut, Rusia sebagai sahabat dan sekutu paling jujur bagi negara Asia Timur itu.

Dia juga menyatakan Presiden Putin sebagai sahabat terkasih rakyat Korea. Terakhir kali Putin mengunjungi Korut adalah pada 2000, ketika negara tersebut masih di bawah kepemimpinan Kim Jong Il, ayah dari pemimpin saat ini Kim Jong Un.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement