REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan iklim menjadi ancaman bagi produktivitas pangan. Untuk menjaga ketahanan pangan di tengah perubahan iklim, pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) menjalankan tiga program prioritas.
Ketiga program itu adalah optimalisasi lahan rawa, pompanisasi, serta tumpang sisip (tusip) padi gogo. "Bapak Menteri Pertanian sekarang mempunyai tiga program utama yang menjadi fokus berdasarkan arahan bapak Presiden untuk memitigasi dampak perubahan iklim, sekaligus dampak penurunan produksi karena pengaruh El Nino dan musim kemarau yang akan kita hadapi sebentar lagi," kata Kepala Badan Standardisasi Instrumen Pertanian Kementan Fadjry Djufry di Jakarta, Senin (24/6/2024).
Fadjry menjelaskan, yang dimaksud dengan program optimalisasi lahan rawa yakni perbaikan irigasi, serta drainase di lahan-lahan sawah yang sudah ada, supaya distribusi air sebagai kebutuhan pokok tanaman bisa tercukupi. Ia memproyeksikan ada 400 ribu hektare lahan rawa yang optimal yang tersebar di 11 provinsi, di antaranya yaitu Lampung, Bangka Belitung, Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, serta Kalimantan Tengah.
Selanjutnya program pompanisasi, bertujuan supaya lahan kering yang sebelumnya tidak dapat menghasilkan produk pertanian, dilakukan peremajaan melalui redistribusi air, sehingga bisa kembali produktif.
"Ada kurang lebih 1 juta hektare yang kita sasar di situ, di wilayah Jawa 500 ribu hektare dan di luar Jawa 500 ribu hektare," katanya.
Lebih lanjut, menurut dia, untuk program tusip padi gogo bertujuan supaya memperluas cakupan antisipasi kekurangan bahan pangan akibat gagal panen karena dampak perubahan iklim, dengan cara pemanfaatan lahan sela di antara tanaman kelapa sawit atau tanaman perkebunan lain yang ditargetkan sebanyak 500 ribu hektare.
Merujuk data Zona Musim (Zom) yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sebanyak 41 persen wilayah Indonesia akan memasuki musim kemarau menjelang akhir Juni 2024. Meski demikian, potensi hujan di sejumlah wilayah Indonesia masih tinggi hingga akhir tahun ini atau setidaknya hingga bulan September meskipun juga sudah mulai memasuki musim kemarau.
Terkait pompanisasi, Presiden Joko Widodo sebelumnya mengatakan pemerintah telah memulai distribusi pompa air ke seluruh provinsi untuk memastikan produktivitas pertanian tetap stabil, mengantisipasi kemungkinan terjadi kekeringan panjang di Indonesia. Langkah tersebut dilakukan guna merespons prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang menunjukkan kemungkinan terjadinya gelombang panas dan kekeringan panjang di Indonesia pada Juli-Oktober tahun ini.
"Kalau di Jawa Tengah, dari total 4.300 pompa nanti kita harapkan produktivitas kita akan tambah 1,3 juta ton," ujar Presiden Jokowi ketika meninjau implementasi pompanisasi di Desa Kalibeji, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Rabu (19/6/2024).
Dengan bantuan pompanisasi, pemerintah menargetkan peningkatan total produksi padi di Jawa Tengah dari 8,9 juta ton menjadi sekitar 10,2 juta ton. Proyek nasional ini, menurut Jokowi, tidak hanya terbatas pada satu daerah, tetapi mencakup distribusi puluhan ribu pompa air ke seluruh Indonesia.
Untuk tahun 2024, pemerintah menyalurkan 25 ribu pompa dan akan ditargetkan meningkat hingga 75 ribu pompa ke depannya. "Ada yang 8 PK ada yang 18 PK ya pompanya kecil-kecil, tetapi ini akan meningkatkan produktivitas," ujar Presiden.
Ia mengatakan pompanisasi ini akan memungkinkan lahan pertanian untuk mengairi area yang lebih luas serta memungkinkan panen dua hingga tiga kali per tahun, dari yang sebelumnya hanya satu atau dua kali.
Langkah ini dianggap penting untuk menjaga kestabilan stok pangan dan mengendalikan harga sembako di tengah kondisi global yang tidak menentu. Presiden Jokowi pun menegaskan pentingnya persiapan dan tindakan preventif untuk menghadapi perubahan iklim yang ekstrem.
"Semua negara sekarang ini produksinya turun karena gelombang panas, karena kekeringan panjang, karena El Nino itu yang ingin kita antisipasi," kata Jokowi.