Ahad 30 Jun 2024 07:15 WIB

Perceraian Dibenci Allah, ini Strategi Menekan Angka Perceraian

Muslim dianjurkan menghindari perceraian.

Red: Erdy Nasrul
ilustrasi perceraian.
Foto: ANTARA/Novrian Arbi
ilustrasi perceraian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebisa mungkin Muslim yang sudah menikah mempertahankan rumah tangganya. Kalaupun terdapat masalah besar di dalamnya, janganlah kemudian diselesaikan dengan perceraian, sebab hal tersebut merupakan sesuatu yang dibenci Allah meskipun boleh dilakukan.

أَبْغَضُ الْحَلاَ لِ إِ لَي اللهِ الطَّلاَقِ

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Abghdhul halaali ilallahi ath thalaaqu (Sesuatu yang halal tetapi paling Allah benci adalah cerai).” (HR Imam Abu Dawud dan Imam Ibnu Majah)

Berdasarkan hadits Rasulullah SAW tersebut, dapat dipahami bahwa talak atau cerai adalah jalan alternatif terakhir atau sebagai pintu darurat yang boleh ditempuh jika rumah tangga tidak lagi dapat dipertahankan keutuhan dan kesinambungannya. Maka pada saat-saat seperti itu, agama Islam membolehkan penyelesaian satu-satunya yang terpaksa harus ditempuh.

Peristiwa perceraian di Indonesia cukup banyak terjadi, kebanyakan karena faktor ekonomi. Sebagai contoh kasus perceraian di Kabupaten Indramayu tercatat sangat tinggi. Alasan ekonomi menjadi faktor dominan penyebab perpisahan di antara pasangan suami istri di daerah tersebut.

Harganas

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Hasto Wardoyo menyampaikan, Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 menjadi momen penting untuk menekan angka perceraian.

"Kita perlu prihatin angka perceraian meningkat dan bahkan terakhir mencapai 516.344 kasus perceraian. Saya kira ini perlu mendapat perhatian kita semua di Hari Keluarga ini," ujar Hasto dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu.

Puncak Harganas ke-31 diselenggarakan oleh BKKBN di Kota Semarang, Jawa Tengah, pada hari ini. Perayaan tersebut menghadirkan beragam kegiatan selama kurang lebih tujuh hari berturut-turut dalam rangka mewujudkan program pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana atau Bangga Kencana sekaligus percepatan penurunan stunting.

Menurut Hasto, angka perceraian meningkat akibat banyaknya orang-orang toksik, hubungan yang toksik, juga persahabatan yang toksik, sehingga menimbulkan konflik-konflik kecil berkepanjangan di dalam keluarga.

"Di dalam keluarga akhirnya uring-uringan (emosi) sehingga akhirnya bercerai, mayoritas karena perbedaan kecil-kecil yang berkepanjangan," ucapnya.

Namun, di sisi lain, Hasto tetap mengapresiasi keberhasilan intervensi sensitif melalui program bangga kencana dan percepatan penurunan stunting yang dilakukan setiap hari dan membuahkan hasil yang semakin membaik.

"Kita bersyukur ada faktor sensitif, termasuk yang sangat populer, perkawinan usia anak mengalami penurunan secara signifikan yaitu 6,92 persen, menurun juga dispensasi nikahnya, dari hari ke hari faktor yang membuat stunting membaik," katanya.

Terkait percepatan penurunan stunting, Hasto mengemukakan bahwa strategi yang paling tepat yakni tetap mengikuti strategi nasional (stranas).

"Ada dua, bagaimana kita mengintervensi faktor sensitif dan spesifik. Keduanya harus simultan dijalankan, dan secara khusus, strategi yang paling efisien adalah mendiagnosis dengan tepat, sehingga kita tahu keluarga berisiko tinggi stunting yang mana, dan bayi yang stunting yang mana. Ibu hamil, pranikah juga menjadi bagian penting untuk mencegah stunting baru," paparnya.

Sesuai stranas percepatan penurunan stunting, Hasto juga melaporkan, semua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dengan jumlah lebih dari 10 ribu sudah berkomitmen baik.

“Kita melakukan sosialisasi dan edukasi, juga sudah melakukan pendataan untuk gerakan serentak intervensi serta percepatan penurunan stunting. Hari ini penimbangan, pendataan tinggi badan, dan pengukuran sudah mencapai 92,29 persen di seluruh Indonesia," ungkapnya.

Menurutnya, melalui intervensi pengukuran serentak, maka perbedaan antara Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 dan Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) yang dipertanyakan para kepala daerah dapat segera terjawab.

"Insya Allah dalam waktu dekat akan dilakukan verifikasi dan validasi (verval) terhadap data yang bapak/ibu kepala daerah berikan, dan segera angka tersebut akan diselesaikan," tuturnya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

  • Sangat tertarik
  • Cukup tertarik
  • Kurang tertarik
  • Tidak tertarik
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement