Ahad 30 Jun 2024 16:02 WIB

Urgensi di Balik Cuti Melahirkan Dua Bulan Bagi ASN Pria

Kehadiran pria yang notabene adalah suami dan kepala keluarga sangat penting.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Cuti bagi ASN pria selama dua bulan penting untuk mendampingi istri yang melahirkan.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Cuti bagi ASN pria selama dua bulan penting untuk mendampingi istri yang melahirkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibu yang baru melahirkan biasanya membutuhkan waktu pemulihan berpekan-pekan, bahkan berbulan-bulan. Mereka yang bekerja umumnya mengambil cuti selama tiga bulan. Kehadiran pria yang notabene adalah suami dan kepala keluarga sangat penting bagi wanita dalam situasi seperti ini.

Untuk itu, Pemerintah tengah menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN. Adapun salah satu poin yang akan diatur adalah hak cuti pendampingan bagi ASN pria yang istrinya melahirkan.

Baca: KSAL: Pushidrosal Ikut Jaga Kedaulatan, Keamaman, dan Keselamatan di Laut

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas menyebutkan, waktu cuti yang diberikan bervariasi, sekitar 15 hari, 30 hari, 40 hari, hingga 60 hari. Meski begitu, durasi cuti sedang dibahas bersama pemangku kepentingan terkait yang akan diatur secara teknis di PP dan Peraturan Kepala BKN.

Sebelumnya, cuti bagi ASN pria yang istrinya melahirkan tidak diatur secara khusus karena yang diatur hanya cuti melahirkan bagi perempuan ASN. Hak cuti bagi karyawan pria yang istrinya melahirkan atau biasa disebut cuti ayah sudah jamak diberlakukan di sejumlah negara dan perusahaan multinasional. 

Baca: Kapten Laut Rayhan Lulus dari Naval Postgraduate School di AS

Dengan pemberian hak cuti tersebut, diharapkan kualitas proses kelahiran anak bisa berjalan dengan baik. Mengingat hal itu merupakan fase penting untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) terbaik penerus bangsa.

Peran aktif ayah

Dosen Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik UGM Media Wahyudi Askar menilai cuti pada saat dan pascakelahiran istri merupakan langkah positif untuk mendorong peran aktif ayah merawat dan mengasuh anak. Hal itu juga dapat mengurangi stigma negatif patriarki yang melekat pada ayah. Poin positifnya tidak hanya meringankan beban ibu, tetapi juga meningkatkan kedekatan emosional pada anak.

Secara ekonomi, tidak semua ASN bisa membayar pembantu harian pada saat istri melahirkan. Soal kekhawatiran bahwa ASN yang libur terlalu lama akan merusak kinerja organisasi juga tidak sepenuhnya benar. Ada metode kerja baru yang lebih fleksibel dan sudah banyak diterapkan di banyak negara.

Baca: Garuda Indonesia akan Terbangkan 7.000 Pasukan Perdamaian TNI

Seorang ayah juga tetap bisa berkomunikasi dan bekerja dari rumah dengan waktu yang lebih fleksibel atau tidak mengikuti jam kerja pada umumnya. Oleh karena itu, cuti ayah bagi ASN ini harus disertai peraturan perundang-undangan. Sebab, banyak riset menunjukkan bahwa produktivitas kerja juga berkaitan dengan kebahagiaan.

Arahan Presiden

Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Sosial dan Politik Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Eko Novi Ariyanti mengapresiasi dan mendorong cuti ayah, lantaran pihaknya mendapatkan arahan dari Presiden Joko Widodo terkait "peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/ pengasuhan anak".

Kondisi tersebut perlu menjadi perhatian, mengingat saat ini peran domestik masih dibebankan kepada perempuan, tidak bisa dilepaskan dari peran mengasuh anak, sedangkan laki-laki berperan sebagai pemimpin, pencari nafkah keluarga sehingga merasa tidak memiliki kewajiban dalam urusan domestik.

"Perlu adanya pembagian peran yang setara dalam pengasuhan anak karena dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan emosional anak. Pembagian peran pengasuhan akan menjadi contoh bagi anak ke depan," kata Eko.

Bukan hanya anak yang mendapatkan manfaat dari pengasuhan ini, laki-laki ketika terlibat dalam pengasuhan anak akan menciptakan kedekatan dan interaksi yang lebih baik dalam keluarga. Pembagian peran pengasuhan bersama ini, juga akan meningkatkan kualitas keluarga.

Perempuan juga bisa mengaktualisasi diri mereka, berperan di sektor publik seperti mempunyai usaha sendiri, yang akhirnya meningkatkan ekonomi keluarga atau berperan aktif dalam suatu organisasi. Selain itu, cuti ayah juga terkait isu ekonomi perawatan (care economy) yang memiliki keterkaitan secara signifikan terhadap upaya mencapai kesetaraan dan keadilan gender, pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial.

Ekonomi perawatan menjadi isu yang diangkat kembali dalam berbagai forum internasional dan nasional. Belum ada definisi yang disepakati secara internasional mengenai ekonomi perawatan, tetapi secara sederhana dapat didefinisikan bahwa ekonomi perawatan sebagai pekerjaan reproduktif meliputi aktivitas berbayar maupun tidak berbayar.

Kerja-kerja perawatan dibutuhkan untuk menyokong kesejahteraan fisik, psikologis, sosial dari kelompok yang bergantung pada perawatan seperti anak-anak, orang tua, penyandang disabilitas, dan orang sakit.

Kategori pekerjaan perawatan langsung dan tidak langsung, berbayar dan tidak berbayar, merupakan turunan dari pembagian peran gender laki-laki dan perempuan dalam kerja produktif dan reproduktif dan berimplikasi besar dalam terjadinya ketidakadilan gender.

Adapun cuti ayah berbayar ini telah juga dibahas oleh Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO) yang telah memiliki kerangka 5R (recognize, reduce, redistribute, reward, represent, recognize). Konteks cuti ayah berbayar ini ada pada poin reduce atau pengurangan beban berlebih perempuan dalam melakukan tugas pengasuhan dan perawatan melalui pelibatan setara dari pasangan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement