Sabtu 06 Jul 2024 06:43 WIB

Kritisi Permendag yang Bolak-balik Direvisi, Pengusaha Tekankan Masalah Utama Impor

Pemberlakuan bea masuk yang tinggi menyebabkan meningkatnya aktivitas impor ilegal.

Rep: Eva Rianti/ Red: Friska Yolandha
Pemberlakuan bea masuk yang tinggi menyebabkan meningkatnya aktivitas impor ilegal.
Foto: Dok. BP Batam
Pemberlakuan bea masuk yang tinggi menyebabkan meningkatnya aktivitas impor ilegal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pengusaha ritel dari berbagai asosiasi atau himpunan mengeluhkan tentang masalah impor ilegal yang menjamur dan dianggap merusak pasar domestik. Hal itu disampaikan dalam mengkritisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) soal impor yang berkali-kali direvisi dan dinilai tidak menyasar pokok permasalahan, yakni maraknya impor ilegal.

Keluhan itu dilayangkan oleh setidaknya tiga asosiasi, mulai dari Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), dan Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (Apregindo). Keluhan itu menyusul adanya rencana pemberlakuan bea masuk 200 persen.

Baca Juga

Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah mengatakan, kebijakan pemberlakuan bea masuk setinggi itu disinyalir dapat semakin melancarkan aktivitas impor ilegal. Sehingga, praktek masuknya barang-barang impor secara tidak resmi akan makin membanjiri domestik, sementara pemerintah dianggap tidak memperhatikan hal itu.

“Sekarang dengan kondisi kami mematuhi seluruh peraturan, tapi ternyata bisa masuk barang-barang yang beredar di pasar tanpa mematuhi peraturan. Bea masuk yang dinaikkan 200 persen itu membuat impor ilegal makin berjaya,” kata Budihardjo dalam diskusi bertajuk ‘Impor Ilegal Berjaya, Impor Resmi Dipersulit’ yang digelar di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (5/7/2024).

Senada, Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja mengkritik peraturan pemerintah yang justru semakin menekan soal impor yang berkali-kali direvisi itu memang tak menyentuh akar permasalahan.

“APPBI merasa agak sedih karena pemerintah menerbitkan berbagai macam aturan yang kemudian dalam waktu singkat direvisi berkali-kali, jadi kami menyimpulkan bahwa direvisi itu karena tidak menemukan masalah sebenarnya. Karena jelas masalah sebenarnya adalah impor ilegal,” kata Alphonzus.

Dalam kesempatan yang sama, Sekjen Apregindo Suryamin Halim menekankan bahwa memang yang menjadi masalah dalam industri ritel saat ini tidak lain mengenai barang impor ilegal. Dia menekankan bahwa terjadi harga yang begitu jomplang di pasar antara barang yang masuk secara resmi dengan barang impor yang masuk secara ilegal. Hal itu jelas merugikan industri ritel domestik.

Suryamin mengatakan bahwa para pengusaha ritel memiliki tujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan wisata belanja, sehingga masyarakat tidak perlu mencari barang di luar negeri. Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan bersaing secara harga. Sayangnya barang-barang impor ilegal merusak tujuan tersebut dengan mematok harga yang jauh lebih murah.

“Masalahnya kenapa barang-barang ilegal ini bisa murah, pertama, tidak bayar safe guard, kedua tidak adanya label bahasa Indonesia, ketiga untuk pakaian bayi tidak ada standar nasional Indonesia,” ujar Suryamin.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah telah merevisi kebijakan impor menjadi Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Permendag impor telah mengalami tiga kali revisi. Sebelumnya adalah Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Revisi kedua adalah Permendag Nomor 3 Tahun 2024 tertanggal 5 Maret 2024. Sebulan setelahnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan kembali merevisi aturan menjadi Permendag Nomor 7 Tahun 2024. Saat ini aturan baru adalah Permendag Nomor 8 Tahun 2024 telah resmi diundangkan pada 17 Mei 2024. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement