REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG- Keputusan praperadilan Pegi Setiawan akan disampaikan pada besok, Senin (3/7/2024). Putusan ini akan menentukan apakah sidang akan pembunuhan Vina dan Eky akan berlanjut atau batal karena ketidakabsahan status tersangka terhadap Pegi.
Kubu Pegi pun yakin bahwa mereka akan memenangkan putusan. Dalam persidangan kubu Pegi berulangkali menyoroti sejumlah bukti polisi dan keanehan hilangnya dua DPO. Hal itu dapat terlihat dari strategi menghadirkan ahli pidana Suhandi Cahaya.
Suhandi kepada hakim menilai perubahan status DPO tidak bisa dianulir atau direvisi kecuali terdapat berita acara DPO sudah ditangkap atau meninggal.
"Siapa yang berhak menetapkan DPO," tanya hakim kepada ahli di sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (3/7/2024). "Penyidik," jawab ahli Suhandi.
"Siapa yang berhak menghapus DPO, ada gak yang berhak menganulir atau merevisi," tanya hakim kembali.
"Oh itu tidak bisa," jawab ahli.
Ahli menjelaskan status DPO tidak bisa diubah jika tidak terdapat berita acara yang menyatakan DPO telah ditangkap atau meninggal dunia. "Gak bisa (berubah) kalau gak ada berita acara DPO ditangkap atau meninggal," kata dia.
Hakim tunggal praperadilan Eman Sulaeman kembali bertanya apabila orang yang ditetapkan DPO bukan pelaku. Ahli menyebut harus dilakukan terlebih dahulu gelar perkara. "Mesti gelar perkara, harus dilaporkan dalam gelar," kata ahli.
Ia mengatakan apabila kedua DPO yang dikatakan fiktif maka penilaian penyidik salah saat penetapan DPO. "Awal penetapan DPO salah," kata dia.
Seperti diketahui, polisi sebelumnya menyebut ada tiga DPO yang diburu. Namun belakangan setelah Pegi Setiawan tertangkap, dua DPO lainnya dianulir. Sementara dalam persidangan, kubu polisi masih menyebut landasan penetapan DPO.
Hal ini yang menimbulkan keanehan mengapa hanya Pegi yang dijadikan tersangka. Lagi pula, pada 2016 kediaman Pegi pernah digeledah. Tapi setelah itu tidak jelas kejuntrungannya.
Sebaliknya polisi menghadirkan saksi yang menguatkan penetapan tersangka Pegi Setiawan. Guru Besar Ahli Pidana Universitas Pancasila di Jakarta Selatan, Agus Surono menyampaikan, penetapan tersangka dalam kasus pidana minimal harus memiliki dua alat bukti dari tiga alat bukti berdasarkan Pasal 184 KUHAP. Alat bukti yang dimaksud yaitu keterangan saksi, saksi ahli, dan surat.