REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polres Metro Jakarta Timur mengusut kasus puluhan pelamar kerja yang diduga menjadi korban penipuan dan penggelapan bermodus pencurian data pribadi untuk pinjaman daring (online/pinjol). Enam orang saksi yang merupakan korban telah dipanggil dan diperiksa.
"Kami telah periksa sebanyak enam orang saksi yakni para korban. Kami akan memeriksa para saksi lainnya dan memanggil terlapor berinisial R tadi untuk dimintai keterangan sebagai saksi," kata Kapolres Metro Jaktim Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly ketika dikonfirmasi di Jakarta, dikutip Selasa (9/7/2024).
Berdasarkan laporan yang masuk pada 5 Juni 2024, jumlah pelamar kerja yang menjadi korban sebanyak 26 orang. Para korban, kata dia, diiming-imingi pekerjaan oleh terlapor dan para korban diminta untuk menyerahkan KTP dan foto diri kepada terlapor R.
"Si terlapor dalam hal ini saudara R melakukan modus operandi berupa dia berlagak seperti penyalur tenaga kerja di toko telepon seluler. Dia mencari mangsa dengan catatan bahwa mangsa atau korban ini dapat memberikan identitas aslinya, berupa KTP dan membuat swafoto diri," ujar Nicolas.
Kemudian, data korban tersebut digunakan untuk pinjaman online. Para korban mengalami kerugian hingga Rp 1 miliar lebih.
"Pemeriksaan kami terhadap para saksi yang ada, bahwa terlapor R ini melakukan seorang diri," ucapnya.
Sebelumnya, puluhan orang pelamar kerja diduga menjadi korban penipuan dan penggelapan bermodus pencurian data pribadi untuk pinjaman daring (online/pinjol) oleh oknum karyawan toko penjualan telepon seluler (ponsel) di Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta Timur.
Salah satu korban, Muhammad Lutfi (31) di Mapolres Metro Jakarta Timur, Jumat (5/7) mengatakan puluhan pelamar kerja itu pada awal Mei 2024 dijanjikan pekerjaan dengan syarat menyerahkan KTP dan ponsel bersamaan dengan surat lamaran kepada R (terlapor), selaku karyawan toko konter ponsel Wahana Store PCG, Kramat Jati.
Namun, data para pelamar kerja itu diduga dicuri oleh R untuk mengajukan pinjol. Bahkan, total kerugian yang dialami 27 korban mencapai Rp 1 miliar lebih.
"Awalnya R (terlapor) menawarkan pekerjaan sebagai admin konter ponsel. Selanjutnya para korban menyerahkan beberapa persyaratan seperti KTP berikut foto diri," kata warga Ciracas itu.
Kemudian tanpa seizin dan sepengetahuan korban, ternyata terlapor R telah menginstal aplikasi tertentu di ponsel milik para korban.
"Tiba-tiba ada transaksi tagihan pinjaman dan kredit 'online' yakni seperti Shopeepay later, Adakami, Home Kredit, Kredivo, Akulaku dan lainnya. Sedangkan kami para korban tidak pernah mengajukan transaksi tersebut," ujarnya.
Atas kejadian tersebut, para korban dirugikan dengan total keseluruhan tagihan sebesar Rp 1,1 miliar.
"Kami kemudian melaporkan kejadian ini ke Polres Metro Jakarta Timur. Kami juga menyerahkan kasus ini kepada kuasa hukum kami," kata dia.