Rabu 10 Jul 2024 06:47 WIB

Praperadilan Pegi Setiawan Dikabulkan Akibat Penanganan Kasusnya tak Profesional

Kasus pembunuhan itu seakan dibiarkan saja dan seperti tidak ingin dibuka kembali.

Rep: udang bago/ Red: Partner
.
Foto: network /udang bago
.

 Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, (Dok. Republika)
Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, (Dok. Republika)

MATAPANTURA.REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada kesan yang terus beredar di publik, kalau mereka yang menjadi buron dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada 2016 silam, disembunyikan. Bahkan, selama delapan tahun sudah berlalu, mereka seakan dibiarkan saja dan seperti tidak ingin dibuka kembali.

Kemudian, ketika peristiwa itu terungkap oleh sebuah film, lalu dicari. Kan gitu kesannya, dan itulah sebabnya lalu dibatalkan oleh praperadilan di Bandung, bagus," ujar pakar hukum tata negara, Mahfud MD, dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa (9/7/2024).

Menkopolhukam periode 2019-2024 itu berpendapat, putusan dari Pengadilan Negeri Bandung yang mengabulkan gugatan praperadilan Pegi Setiawan, sudah bagus. Hal ini sesuai dengan yang sudah disampaikannya sejak awal tentang penangkapan Pegi.

Pegi Setiwan memenangkan gugatan praperadilan di sidang PN Bandung. (Dok. Republika).
Pegi Setiwan memenangkan gugatan praperadilan di sidang PN Bandung. (Dok. Republika).

"Bagus, bagus, memang sejak awal saya berpikir memang praperadilan harus menerima permohonan praperadilan dari Pegi," kata Mahfud.

Pasalnya, penanganan kasus itu bukan hanya terlihat tidak profesional. Tapi, ucap Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2013 itu, penanganan kasus itu juga menimbulkan kesan kolutif dan konspiratif.

Pasalnya, kasus itu sudah ada delapan tahun lalu, dibiarkan, lalu kasus itu baru dibuka kembali sesudah film Vina: Sebelum 7 Hari tayang. Mahfud menilai, pembiaran atas kasus itu saja sudah masuk kategori sangat tidak profesional.

Kedua, dulu di dalam dakwaan jaksa yang kemudian juga disebut dalam putusan hakim, bahwa didakwaan jaksa itu disebut ada tiga orang buron, namun tiba-tiba disebut hanya satu, yang dua fiktif. "Kemudian, Pegi-nya juga diragukan bahwa itu orangnya," ujar Mahfud.

Oleh sebab itu, dia mengatakan, praperadilan memang lebih baik diterima daripada tidak jelas. Sebab, selain obyek yang sudah jelas yaitu pembunuhan Vina, subyek pelaku tidak jelas, dan tidak jelas kesalahannya apa.

"Nah, di dalam prinsip hukum pidana itu ada adagium lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah daripada Anda menghukum satu orang saja yang tidak bersalah, itu sangat jahat menghukum orang yang tidak jelas kesalahannya," kata Mahfud.

Mahfud pun mengapresiasi hakim di Pengadilan Negeri (PN) Bandung yang mengabulkan gugatan praperadilan Pegi Setiawan. Mahfud turut memberikan hormat kepada pengacara maupun Polda Jawa Barat atas putusan itu.

"Saya tabik kepada hakim yang telah memutus praperadilan dengan, ya dengan berani, jujur dan juga kepada pengacaranya yang gigih memperjuangkan Pegi. Hormat juga kepada Polda Jawa Barat yang sudah menyatakan menerima dan akan melaksanakan putusan praperadilan ini," kata Mahfud.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) itu menyerahkan langkah selanjutnya terkait kasus Vina ke polisi. Bagi Mahfud, yang penting putusan ini pertimbangannya mengambil dari dakwaan jaksa dan berarti ada tiga orang yang masih jadi buron.

Sebelumnya, penetapan status tersangka kepada Pegi Setiawan yang sempat disebut terlibat dalam kasus pembunuhan Vina dan Rizky di Cirebon, Jawa Barat, dibatalkan. Putusan ini dibacakan hakim tunggal Eman Sulaeman di Pengadilan Negeri Bandung.

Hakim Eman menyatakan, penetapan Pegi sebagai tersangka dengan surat ketetapan Nomor SK/90/VRes1224/2024 pada 221 Mei 2024 tidak sah dan batal demi hukum. Pegi belum pernah diperiksa sebagai calon tersangka dalam proses penyidikan. n Agus Yulianto

Dari tokoh ramai dibicarakan ini, siapa kamu jagokan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement