REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia menjadikan Pancasila sebagai dasarnya, bukan liberalisme ataupun komunisme. Bagi proklamator yang juga wakil presiden pertama RI Mohammad Hatta, keberadaan sila pertama dari Pancasila, 'Ketuhanan Yang Maha Esa', merupakan hal yang mutlak.
Sebab, bangsa Indonesia selalu dalam kondisi memerlukan bimbingan dari Tuhan Yang Maka Kuasa. “Ini terasa benar pada saat yang bersejarah itu oleh pemimpin-pemimpin rakyat yang sedang meletakkan dasar bagi Indonesia Merdeka,” tulis sosok yang akrab disapa Bung Hatta itu, seperti dikutip dari artikelnya yang berjudul “Pancasila Jalan Lurus” (Penerbit Angkasa, Bandung, 1966).
Untuk menegaskannya, Pembukaan UUD 1945 pun dibuka dengan rasa syukur kepada Allah: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Esa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”
Dengan demikian, para pahlawan dan founding fathers bangsa meyakini bahwa ridha Allah SWT merupakan faktor penentu lahirnya Republik Indonesia. Persoalannya kemudian adalah bagaimana para pemimpin RI di periode manapun agar mampu memahami pentingnya dasar tersebut.
Menurut Bung Hatta, politik negara mendapatkan dasar moral yang kuat dari sila pertama Pancasila. Tanpa itu, jalan bernegara akan menyimpang. “Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi dasar yang memimpin cita-cita kenegaraan kita untuk menyelenggarakan segala yang baik bagi rakyat dan masyarakat,” tulis salah satu Proklamator ini.
Hatta memandang, sila pertama Pancasila bukan hanya soal hormat-menghormati agama masing-masing, melainkan juga dasar bagi tindakan keadilan, kebaikan, dan kejujuran.
“Semua sifat-sifat itu, yang wajib diamalkan karena mengakui berpegang kepada dasar Ketuhanan Yang Maha Esa—menerima bimbingan dari Zat yang sesempurna-sempurnanya—membentuk karakter yang kuat, melahirkan manusia yang mempunyai integritas, yang jujur dan yang mempunyai rasa tanggung jawab.”
Sehari usai Sukarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) akhirnya mengesahkan Undang-Undang 1945 sebagai konstitusi negara yang baru berusia sehari tersebut. Pengesahan itu termasuk dengan penetapan Pancasila sebagai dasar negara, sebagaimana yang tercantum di bagian preamble atau pembukaan UUD 1945.
Pengesahan ini sekaligus menegaskan komitmen para pendiri bangsa terkait nilai-nilai atau falsafah yang bakal dijadikan dasar dan landasan bagi bangsa Indonesia. Menyitir dari istilah yang digunakan Bung Karno dalam pidatonya di sidang pertama Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), 1 Juni 1945, Pancasila akhirnya telah disepakati untuk ditetapkan sebagai philosofische grondslag atau sebagai landasan, pondasi, filsafat dasar, dari bangunan besar yang bernama Indonesia.