KINGDOMSRIWIJAYA – Jadwal masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 baru akan dimulai 25 September 2024 sampai 23 November 2024. Jauh-jauh hari sebelumnya pada berbagai sudut wilayah di Palembang sudah semarak dengan tampilan Alat Peraga Kampanye (APK) dari bakal calon kepala daerah, baik bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang serta bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel).
Sepertinya APK berbagai media dan ukuran dari bakal calon tersebut ramai-ramai “menyerbu” Palembang karena ini merupakan daerah pemilihan (dapil) dengan jumlah mata pilih terbanyak dibanding 16 kabupaten dan kota lainnya di Sumsel.
Serbuan APK tersebut memicu keprihatinan dan protes dari aktivis lingkungan hidup yang tergabung dalam Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel, karena APK berbentuk poster, spanduk atau baliho tersebut merusak lingkungan karena dipasang dengan cara dipaku di pohon-pohon.
“Teman-teman dari Walhi Sumsel telah turun ke lapangan dengan memantau dan menghitung jumlah pohon yang rusak akibat pemasangan APK di pohon-pohon dengan cara dipaku. Ada ratusan pohon yang rusak oleh ratusan APK bakal calon kepala daerah”, kata Yuliusman Direktur Eksekutif Walhi Sumsel.
Febrian Putra Sopah Kadiv Kampanye WALHI Sumsel, “Tim Walhi sudah melakukan identifikasi ke 17 kecamatan di Palembang, yakni Gandus, Ilir Barat 1, Ilir Barat 2, Sako, Ilir Timur 1, Ilir Timur 2, Ilir Timur 3, Kalidoni, Kemuning, Sukarami, Seberang Ulu 1, Seberang Ulu 2, Plaju, Kertapati, Alang-Alang Lebar, Bukit Kecil, dan Jakabaring. Menemukan ada 219 pohon mengalami kerusakan akibat pesamangan APK dari 233 poster bakal calon kepala daerah.
“Jumlah tersebut belum lagi masuk masa kampanye Pilkada dari 25 September sampai 23 November 2024. Walhi memprediksi jumlah kerusakan pohon pada waktu masa kampanye”, ujar Febrian.
Berdasarkan data identifikasi lapangan tersebut, aktivis Walhi Sumsel, Rabu (31/7) mendatangi Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sumsel. “Walhi Sumsel datang ke Bawaslu sebagai aksi penyelamatan pohon dari pemasangan poster kampanye Pilkada Serentak 2024. Pemasangan poster kampanye atau pada pohon merupakan praktik buruk selama masa pemilu, termasuk Pilkada”, katanya.
Kerusakan Pohon
Febrian menjelaskan, “Pemasangan APK atau poster pada pohon berdampak pada kerusakan fisik pohon mulai dari luka di pohon akibat paku dan perekat yang menempel di pohon. Tidak menutup kemungkinan pohon tersebut dalam jangka panjang mati”.
Dampak lainnya, bisa meningkatkan risiko infeksi pada pohon yang rentan terkena penyakit, gangguan terhadap ekosistem dan potensi menjadi limbah. “APK atau poster dan baliho yang pemasangannya semrawut merusak keindahan kota sekaligus mmenghasilkan limbah pasca Pilkada khususnya berupa sampah baru limbah plastik”, ujar Kadiv Kampanye WALHI Sumsel.
Kepada Bawaslu Sumsel, Walhi meminta Bawaslu Sumsel bersikap tegas dan melarang bakal calon atau setelah ditetapkan sebagai calon kepala daerah memasang APK di pohon. “Bawaslu sebagai pengawas dan penegak hukum pemilu memiliki kewajiban untuk itu. Berik sanksi bagi calon yang memasang APK di pohon”, kata Febrian.
Walhi Sumsel mendesak Bawaslu memberikan teguran dan edukasi ke bakal calon juga tim sukses untuk mampu melaksanakan sosialisasi dan kampanye tanpa merusak lingkungan dan ekosistem yang ada sekitar kita.
Menurut Direktur Ekskekutif Walhi Yuliusman, Bawaslu bisa ikut berperan melakukan kampanye atau edukasi untuk menjaga dan merawat lingkungan kepada para kandidat atau calon kepala daerah serta dan timsesnya.
“Bawaslu bisa meminta para calon kepala daerah untuk menggunakan alat peraga kampanye ramah lingkungan dan media yang ramah lingkungan”, seharusnya,” pesan Febrian.
Dalam pernyataan tertulisnya, Walhi Sumsel menyatakan dampak dari pemasangan poster atau APK di pohon meliputi dampak fisik pada pohon berupa luka pada batang pohon: paku dan perekat yang digunakan untuk memasang poster dapat menyebabkan luka pada kulit pohon. Luka ini mengganggu aliran nutrisi dan menghambat proses fotosintesis, yang memperlambat pertumbuhan pohon dan bahkan dapat mempengaruhi kemampuan pohon untuk menghasilkan dan mengelola oksigen. Terjadi risiko infeksi berupa luka yang diakibatkan dapat menjadi pintu masuk bagi patogen dan hama, meningkatkan risiko infeksi penyakit pada pohon.
Kemudian dampak berupa gangguan terhadap ekosistem mencakup pengurangan keanekaragaman hayati yang bisa merusak pohon dan mengganggu ekosistem sekitarnya. Paku dan bahan perekat pada poster dapat memicu pertumbuhan jamur dan menarik hama, yang berdampak pada keseimbangan ekosistem kota.
Terjadi polusi limbah, APK atau poster yang terlepas dan terurai menjadi sampah plastik yang mencemari lingkungan, memperburuk masalah polusi di daerah perkotaan.
Menyikapi praktik pemasangan poster kampanye pada pohon yang terus berlanjut dan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, maka kami Walhi mendesak Bawaslu Provinsi Sumsel untuk menghentikan praktik pemasangan poster pada pohon
Pada bagian lain pernyataan tertulis tersebut, Walhi Sumsel mendesak Bawaslu Provinsi Sumatera Selatan untuk mengeluarkan surat edaran atau larangan tertulis kepada seluruh tim kampanye dan calon kepala daerah, yang menyatakan dengan tegas untuk tidak memasang poster kampanye pada pohon atau fasilitas umum lainnya
Bawaslu melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran, serta memperketat pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran pemasangan poster kampanye pada pohon. Walhi mendesak Bawaslu untuk memberikan sanksi tegas kepada pihak yang terbukti melanggar aturan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Walhi Sumsel juga mendesak dilakukan pendidikan dan sosialisasi kepada masyarakat dan tim kampanye, melaksanakan kampanye edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat dan tim kampanye mengenai dampak negatif pemasangan poster pada pohon. Serta mengajak tim kampanye dan calon kepala daerah untuk menggunakan media kampanye yang ramah lingkungan, seperti spanduk berbahan daur ulang, media digital, dan alat peraga lainnya yang tidak merusak pohon dan lingkungan.
PKPU Kampanye
Akankah imbauan dan protes dari Walhi Sumsel tersebut mendapat tanggapan dari Bawaslu atau perangkat pelaksana pemilu serta calon kepala daerah berserta tim suksesnya serta partai politik pengusung dan pendukung? Atau sebaliknya desakan dan kepedulian aktivis lingkungan tersebut akan bertepuk sebelah tangan? Jawabannya akan terlihat dalam beberapa waktu ke depan.
Keberadaan APK yang terpasang di pohon selain merusak lingkungan juga membuat ruang publik semakin sumpek. Tidak ada alasan pembenar bahwa APK bisa dipasang di pohon. Pada Pemilu legislatif dan Pemilihan Presiden yang lalu, telah ada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No.15/2023 tentang Kampanye.
Pada Pasal 70 ayat (1) PKPU 15/2023 mengatur Bahan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 yang dapat ditempel dilarang ditempelkan di tempat umum sebagai berikut:
a. tempat ibadah;
b. rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan;
c. tempat pendidikan, meliputi gedung dan/atau halaman sekolah dan/atau perguruan tinggi;
d. gedung atau fasilitas milik pemerintah;
e. jalan-jalan protokol;
f. jalan bebas hambatan;
g. sarana dan prasarana publik; dan/atau
h. taman dan pepohonan.
(2) Tempat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf g termasuk halaman, pagar, dan/atau tembok.
Peraturan tentang pemasangan APK di pohon-pohon ada aturannya yang harus dipatuhi bakal calon dan tim sukses kepala daerah. Jika tetap dilanggar bahwa calon kepala daerah tersebut abai atau tidak peduli terhadap lingkungan. Pemasangan APK dan lainnya di pohon adalah perilaku yang sangat bertentangan dengan prinsip pelestarian lingkungan.
Harus diingat bahwa pohon sebagai salah satu bagian dari konsep tanaman hijau yang berfungsi menyerap udara-udara tidak boleh terancam kehidupannya oleh tindakan pemasangan APK calon kepala daerah.
Selain aksi keprihatinan dan protes dari Walhi Sumsel serta PKPU tentang kampanye, diperlukan regulasi yang menjamin perlindungan lingkungan hidup tersebut pada pesta demokrasi seperti Pilkada serentak 2024. Regulasi tersebut bisa diwujudkan dengan memberi hak kepada masyarakat untuk membersihkan alat peraga dan kampanye para calon kepala daerah yang ditempelkan di pepohonan. Masyarakat dapat dengan sendirinya dapat mencabut sejumlah APK yang berada di tempat terlarang dan merusak lingkungan hidup.
Walhi telah bergerak, tinggal menanti aksi dari perangkat pelaksana dan pengawas Pilkada 2024 yakni KPUD dan Bawaslu bahwa Pilkada adalah pesta demokrasi yang ramah lingkungan tidak merusak lingkungan. (maspril aries)