REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana tugas (Plt) Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan kelas menengah memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. Amalia menilai data dan informasi yang memberikan gambaran terkini mengenai kelas menangah sangat penting untuk memperkuat kebijakan, khususnya dengan penguatan daya beli masyarakat yang merupakan fondasi akselerasi pertumbuhan ekonomi.
Amalia menyampaikan penentuan dan pengukuran kelas menengah menggunakan standar Bank Dunia pada publikasi yang berjudul Aspiring Indonesia: Expanding the Middle Class. Menurut Bank Dunia, kelas menengah adalah penduduk yang memiliki pengeluaran per kapita sebesar 3,5 kali sampai 17 kali garis kemiskinan (GK).
"Pada 2024, garis kemiskinan secara nasional sebesar Rp 582.932. Dengan demikian, kelas menengah di Indonesia pada 2024 adalah mereka yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan antara Rp 2.040.262 sampai Rp 9.909.844," ujar Amalia saat konferensi pers bertajuk "Menjaga Daya Beli Kelas Menengah sebagai Fondasi Perekonomian Indonesia" di kantor BPS, Jakarta, Jumat (30/8/2024).
Amalia mengatakan jumlah kelas menengah berdasarkan hasil Susenas Maret 2024 mencapai mencapai 47,85 juta orang atau 17,13 persen. Sedangkan penduduk dengan kategori menuju kelas menengah sebanyak 137,50 juta orang atau sekitar 49,22 persen dari total penduduk.
"Dengan demikian, sebanyak 185,35 juta orang Indonesia (66,35 persen) pada 2024 merupakan kelas menengah dan menuju kelas menengah," ucap Amalia.
Amalia menyampaikan jumlah kelas menengah mengalami penurunan pascapandemi dari 57,33 juta orang (21,45 persen) pada 2019 menjadi 47,85 juta orang (17,13 persen) pada 2024. Amalia mengatakan penduduk kelas menengah dan menuju kelas menengah masing-masing menyumbang sekitar 38,28 persen dan 43,21 persen terhadap total pengeluaran penduduk pada 2024.
"Dengan demikian, kedua kelompok ini menyumbang sekitar 81,49 persen terhadap total konsumsi penduduk," ucap Amalia.
Amalia mengatakan karakteristik utama penduduk kelas menengah berada di wilayah perkotaan, berpendidikan menengah ke atas, didominasi usia muda, bekerja di sektor formal, dan porsi pengeluaran sebagian besar untuk makanan, perumahan, barang atau jasa, pendidikan dan kendaraan. Menurut Amalia, median pengeluaran kelas menengah relatif dekat dengan batas bawah pengelompokkan.
"Dengan demikian jika terjadi guncangan ekonomi rentan untuk jatuh ke kelompok menuju kelas menengah. Oleh karena itu, desain kebijakan yang berfokus pada kelas menengah, khususnya penguatan daya beli, diperlukan untuk memperkokoh fondasi perekonomian Indonesia," katanya.