Senin 09 Sep 2024 19:04 WIB

Perubahan Iklim Tingkatkan Risiko Sakit pada Anak

Perubahan iklim juga berdampak pada kesehatan mental anak.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Memberikan pemahaman terkait perubahan iklim kepada anak harus dilakukan dengan cara sederhana (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Memberikan pemahaman terkait perubahan iklim kepada anak harus dilakukan dengan cara sederhana (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, NEVADA -- Dokter anak Amerika Serikat (AS) Debra Hendrickson mengatakan terdapat hubungan antara kesehatan anak dengan perubahan iklim. Pada musim panas tahun 2018, Hendrickson merawat seorang anak yang terpapar asap kebakaran hutan di California.

Ayah anak itu bertanya apa yang terjadi. Hendrickson menjawab bahwa penyakit yang diderita sang anak akibat perubahan iklim.

Jawaban sang orang tua tidak menimbulkan reaksi negatif. Orang tua pasiennya juga tidak meminta dicarikan dokter baru. Hendrickson merasa masyarakat tidak membantah ada hubungan antara perubahan iklim dengan kondisi kesehatan anak mereka.

"Mereka mungkin memiliki penjelasan yang berbeda-beda atas apa yang terjadi, tapi mereka mengerti apa yang terjadi dan itu terjadi tepat di luar sana," kata Hendrickson seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (9/9/2024).

Enam tahun kemudian setelah kejadian tahun 2018, ia merilis buku The Air They Breathe: A Pediatrician on the Frontlines of Climate Change. Ia membahas mengapa perubahan iklim membuat anak sakit dan terkadang mematikan.

"Saya menulisnya karena saya ingin orang tua menyadari urgensi momen yang sedang kita jalani," kata Hendrickson.

Dalam wawancaranya dengan Bloomberg, Hendrickson mengatakan terdapat bukti tingginya suhu berpengaruh pada masalah perilaku dan kemampuan belajar anak di ruang kelas. Daerah-daerah yang beriklim sedang seperti Seattle dan Reno sebelumnya tidak pernah memerlukan pendingin ruangan. Kini keberadaan pendingin ruangan di dalam kelas berpengaruh pada siswa dan siswi.

"Di wilayah Barat, asap menjadi bahaya besar di musim seperti ini, biasanya kami mengalami musim panas yang panas dan kering, dan kebakaran sering kali terjadi di akhir musim panas atau awal musim gugur," katanya.

Ia mengatakan polutan utama dari asap adalah polusi partikulat. Hendrickson menjelaskan partikulat ini sering kali terikat pada logam berat dan bahan kimia beracun yang sangat buruk pada paru-paru dan organ tubuh anak-anak lainnya. Ia mengatakan semakin banyak anak-anak yang harus menjalani perawatan di rumah sakit ketika terjadi kebakaran hutan yang menimbulkan asap.

"Namun seiring berjalannya waktu hal itu juga mempengaruhi anak-anak sebab paru-paru dan otak mereka masih tumbuh dan berkembang. Kami tahu anak-anak yang dibesarkan di daerah yang sangat tercemar dengan polusi partikel yang tinggi cenderung memiliki paru-paru yang lebih kaku dan kerdil," katanya.

Hendrickson menambahkan partikel-partikel ini tidak berhenti di paru-paru anak. Tapi juga menyerang aliran darah dan mempengaruhi setiap organ di dalam tubuh. Hendrickson mengatakan fisiologi anak-anak sangat berbeda dengan orang dewasa, karena tidak bisa menetapkan berapa banyak cairan yang mereka butuhkan dengan cara yang sama dengan orang dewasa. Selain itu, anak-anak juga bergantung pada orang dewasa untuk memberitahu mereka cuaca terlalu panas atau saat mereka menunjukkan tanda-tanda sakit akibat panas.

"Alasan lain mengapa anak-anak secara umum lebih beresiko terhadap bahaya lingkungan adalah karena orang-orang mereka masih berkembang dan tumbuh," kata Hendrickson.

Hendrickson juga mengatakan perubahan iklim berdampak pada kesehatan mental anak seperti menimbulkan kecemasan. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement