REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah mengubah skema subsidi KRL Commuter Line dari pengurangan tarif menjadi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) menuai kontroversi. Dosen School of Business & Management (SBM) ITB, Muhammad Yorga Permana menilai, kebijakan tersebut akan berdampak bagi kelas menengah.
Pasalnya, tarif subsidi KRL menjadi bantalan kelas menengah. Dengan kondisi gaji kelas menengah yang seadanya, sambung dia, mereka harus lebih irit lagi dalam mengeluarkan biaya untuk transportasi.
"Jadi, tarif KRL ini (sebenarnya) jadi bantalan kelas menengah jangan sampailah dibuat satu sistem yang ribet yang kudu pakai NIK. Saya tidak setuju (dengan rencana pengubahan skema) yang malah persulit dan buat kelas menengah jadi rapuh," kata Yoga dalam Diskusi Publik Indef bertema 'Kelas Menengah Turun Kelas' secara daring di Jakarta, Senin (9/9/2024).
Dia memberi saran, apabila memang pemerintah harus menaikkan tarif KRL, bisa mencontoh skema negara lain yang memperbolehkan masyarakat mendaftar bila ingin mendapat subsidi. "Jadi masyarakat mendaftar registrasi sendiri. Bukan dengan menggunakan NIK," ucap Yoga memberi saran.