REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data kinerja ekspor beberapa komoditas unggulan Indonesia. Ada tiga komoditas, antara lain batubara, besi dan baja, serta CPO (Crude Palm Oil/minyak sawit) dan produk turunannya.
Deputi Bidang Statistik Distribusi & Jasa BPS, Pudji Ismartini menerangkan nilai ekspor ketiga komoditas ini memberikan share sekitar 27,91 persen dari total ekspor non migas Indonesia pada Agustus 2024. Secara bulanan (month-to-month/m-to-m), ekspor batubara serta besi dan baja, ini menurun, CPO dan turunannya, meningkat.
"Sedangkan secara tahunan (year-on-year/Y-o-Y), ekspor batubara meningkat, sementara besi dan baja serta CPO dan turunannya, menurun," kata Pudji, dalam konferensi pers, di kantornya, di Jakarta, Selasa (17/9/2024).
Ia merincikan, nilai ekspor batubara, turun 0,84 persen secara bulanan, dan naik 9,65 persen secara tahunan. Kemudian, nilai ekspor besi dan baja, turun 1,42 persen secara bulanan, dan turun 10,51 persen secara tahunan. Lalu CPO dan Turunannya, meningkat sebesar 27,86 persen secara bulanan, tetapi turun sebesar 26,39 persen secara tahunan.
Secara keseluruhan, total nilai ekspor non migas Indonesia pada Agustus 2024, sebesar 22,36 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Jika dirinci menurut sektor, maka untuk sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, berkontribusi 0,54 miliar dolar AS. Kemudian sektor pertambangan dan lainnya, berkontribusi 4,10 miliar dolar AS, dan sektor industri pengolahan, sebesar 17,71 miliar dolar AS.
Di bagian awal pemaparannya, Pudji menyampaikan beberapa catatan peristiwa yang berpengaruh terhadap perkembangan ekspor, impor dan neraca perdagangan untuk bulan Agustus 2024. Pertama, pada Agustus 2024, secara umum perubahan harga komoditas di pasar internasional cukup bervariasi. Penurunan harga bulanan terjadi pada komoditas energi, pertanian, dan logam mineral. Sementara, harga komoditaas logam mulia mengalami peningkatan yang didominasi peningkatan harga.
Dari sisi permintaan, pada Agustus 2024, PMI Manufaktur negara mitra dagang utama, seperti China (50,4), India (57,5) berada pada zona ekspansif. Sementara Amerika Serikat (47,9), dan Jepang (49,8) berada di zona kontraksi.