Senin 23 Sep 2024 20:26 WIB

Penjelasan Sumpah atas Nama Waktu dalam Alquran

Alquran menegaskan pentingnya waktu untuk digunakan dengan sebaik-baiknya.

Alquran dan terjemahannya dalam berbagai bahasa di Masjidil Haram, Arab Saudi. Ilustrasi Alquran.
Foto: SPA
Alquran dan terjemahannya dalam berbagai bahasa di Masjidil Haram, Arab Saudi. Ilustrasi Alquran.

REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH --  Alquran menegaskan pentingnya waktu untuk digunakan dengan sebaik-baiknya. Bahkan Allah SWT bersumpah atas nama waktu dengan redaksi yang berbeda-beda.

Redaksinya seperti wal-fajr (demi waktu fajar), wal-lail (demi waktu malam), dan kalimat lainnya. Tak tanggung-tanggung, pentingnya perkara waktu ini juga seolah mengisyaratkan manusia bahwa hidup di dunia hanya sementara dan dari waktu yang diberikan, terdapat pertanggungjawaban atas segala apa yang diberi Allah SWT.

Baca Juga

Pentingnya waktu juga dikaitkan dengan waktu tibanya shalat. Pelaksanaan ibadah yang tidak sesuai dengan ketentuan waktu akan menimbulkan pertanyaan sah atau tidak shalat tersebut.

Dalam Alquran Allah SWT berfirman pada Surah Al-Isra ayat 78:

أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِدُلُوكِ ٱلشَّمْسِ إِلَىٰ غَسَقِ ٱلَّيْلِ وَقُرْءَانَ ٱلْفَجْرِ ۖ إِنَّ قُرْءَانَ ٱلْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا

Aqimiṣ-ṣalāta lidulụkisy-syamsi ilā gasaqil-laili wa qur`ānal-fajr, inna qur`ānal-fajri kāna masy-hụdā

Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).

Dalam kitab tafsir al-Mishbah karya Pakar tafsir terkemuka, Prof Quraish Shihab, kata al-waqt (waktu) dalam Alquran diartikan sebagai batas akhir suatu kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan, bukan membiarkan pekerjaan berlalu begitu saja dengan hampa.

Sedangkan dalam kamus filsafat, setidaknya terdapat beberapa pengertian mengenai waktu. Antara lain sesuatu keajadian yang terdapat awal dan akhir, apa yang dibedakan oleh hubungan sebelum dan sesudah dan yang tak bisa dipisahkan dengan perubahan, aspek yang dapat diukur dengan durasi, hingga segmen-segmen urutan kejadian.

Ulama Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya Manajemen Waktu dalam Islam menyebut, manusia harus menggunakan waktu yang dimiliki dengan sebaik-baiknya sebelum semuanya berlalu. Manusia yang berakal, menurut beliau, memiliki empat pembagian waktu.

Keempatnya antara lain saat bermunajat kepada Allah, mengukur kapasitas dirinya, memikirkan ciptaan Allah (belajar), dan saat menikmati makanan dan minuman atau rezeki yang diberikan Allah SWT. Menurutnya, makanan dan minuman yang dikonsumsi juga mengandung keajaiban bila dipahami secara mendalam, di mana waktu terselip di dalamnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement