SumatraLink.id – Lepaslah segala kelezatan dunia dan seisinya, tatkala malaikat maut menjemput. Sedetik maju dan sedetik mundur tak terelakkan. Bila telah sampai waktunya, bila telah usai rezekinya, maka Allah Subhanahu wataa’la (SWT) yang mengadakan kita dari tiada kembali akan mengambil ciptaan-Nya.
Kehidupan dunia hanya sementara dan angan-angan yang menipu, justru kehidupan akhirat yang kekal dan abadi. Kehidupan dunia saat ini memang nyata, tapi pada akhirnya kehidupan akhirat yang tadinya hanya cerita bakal menjadi nyata.
Bagi semua makhluk bernyawa, mengisi dan menjalani hari demi hari di dunia dengan segala pernak-pernik perhiasannya sesungguhnya hanyalah menunggu waktu kematian (ajal). Siapa dan apapun itu? Bila telah sampai waktunya, pasti dan pasti akan menemuinya. Tidak ada satupun yang tahu kapan saatnya.
Tapi, bagi seorang muslim, tak hanya cukup hidup di dunia hanya menunggu waktu kematian begitu saja. Sesungguhnya, bagi seorang muslim, hidup di dunia pada hakekatnya menunggu waktu shalat. Ya, waktu shalat. Waktu shalat lima waktu yang diwajibkan seorang yang mengaku muslim dan beriman kepada Allah SWT dan hari akhir.
Dalam sehari semalam, terdapat waktu-waktu shalat wajib silih berganti. Dan ini terjadi segenap penjuru dunia. Kumandang azan dari corong masjid atau musholla sebagai penanda tiba waktu shalat. Seruan Allah SWT melalui mu’adzin dari rumah-Nya baik siang ataupun malam penanda bahwa kita benar-benar sedang menunggu waktu shalat.
Baca juga: Awali Setiap Pekerjaan dengan Basmallah
Masalah shalat (terutama yang wajib) menjadi hal pokok bagi seorang muslim setelah bersyahadat. Pentingnya shalat dalam kehidupan seorang muslim, akan menentukan kehidupan berikutnya di dunia dan akhirat.
Dari Abu Huroiroh rodhiyallohuanhu (RA), Nabi Muhammad Sholallahu’alaihi wassalam (SAW) bersabda, “Hal pertama yang dihisab (ditimbang) atas seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Jika (shalat) ia baik, maka ia beruntung dan selamat, namun jika rusak, maka ia akan sengsara dan merugi,” (HR. Tirmidzi).
Tentu, selaku insan lemah, adakalanya seseorang imannya kadang tinggi kadang turun. Sehingga, banyak waktu-waktu shalat yang kita terkadang lalai atau menabraknya hanya karena hal sepele dalam aktivitas keseharian kita. Tapi, dalam kelanjutan hadist tersebut.
“Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah ta’ala berfirman, ‘Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya,” (HR. Tirmidzi dan An-Nasa’i).
Begitu pentingnya shalat bagi seorang muslim, ketika sudah memasuki akil baligh bagi laki-laki dan perempuan wajib menjalankan rukun Islam kedua yakni shalat. Dalam keadaan apapun seorang muslim wajib shalat, di kala sehat atau pun sakit, waktu bermukim atau bersafar, kecuali ada rukhsoh (keringanan) bagi perempuan yang berhalangan.
Menunaikan shalat (dengan segala khusyukan dan tuma’ninah-nya) akan berdampak pada kemaslahatan dirinya dan orang lain dalam kehidupan dunia dan akhirat. Bila baik shalatnya, maka baik pula amal sholihnya yang lain. Bila buruk shalatnya maka rusaklah amal baiknya yang lain. Nah, bagaimana dengan orang muslim yang melalaikan waktu shalat dan atau sama sekali tidak shalat. Na’udzubillahiminzalik (kita berlindung kepada Allah SWT dari hal itu).
Musibah terbesar di dunia ini adalah kematian. Kematian adalah keniscayaan. Kematian adalah nasehat bagi orang yang hidup. Semua makluk yang bernyawa akan mendapati kematian. Semua insan akan bertemu dan berpisah karena Allah SWT. Untuk itu, semua kita harus siap menghadapinya, mau tidak mau, suka atau tidak suka.
“Tiap-tiap yang berjiwa, akan merasakan mati,” (QS. Ali Imron: 185).
Tidak ada yang kekal di bumi ini. Semua akan binasa bila telah sampai waktunya. “Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kokoh,” (QS. An-Nisaa’: 78).
Bekal shalat yang sedikit demi sedikit kita perbaiki dan sempurnakan, akan berdampak baik pada kehidupan amal sholih manusia dengan Robb-nya, dan dalam hubungan sesama manusia.
Meski ada pertanyaan, bukankah ada yang rajin shalat tapi perilaku dunianya dan akhlaknya tidak baik? Tentu, jawabnya bukan salah shalatnya, tapi salah orangnya yang belum sempurna mengerjakan dan menghayati arti shalatnya.
Baca juga: Jangan Sepelekan Kalimat Ta'awudz
Betapa banyak, orang yang dulunya glamor dalam dunia di pengujung usianya ia bertobat dan beramal sholih. Bukankah banyak orang yang sakit menahun, ia tetap sabar di pengujung umurnya ia tetap menjalani shalat tanpa henti dalam kondisi apapun.
Semua kita yang sehat tentu sangat iri dan dengki dengan orang-orang seperti itu yang mampu menjadi teladan atau panutan bagi orang lain dalam hal kebaikan. Semua ini tidak dapat diciptakan atau dikondisikan sehari dua hari saja tapi istiqomah sepanjang hayatnya.
Orang-orang yang teladan seperti ini, sangat wajar mendapatkan panggilan Robb-nya yang menyejukkan dan panggilan jiwa yang menggetarkan hati semua orang yang ditinggalkan.
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan puas lagi diridhoi-Nya. Masuklah dalam (golongan) hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku,” (QS. Al-Fajr: 27-30).
Semoga kita semua, di akhir hayat nanti, ketika Allah Yang Maha Kuasa mengambil roh kita dalam kondisi husnul khotimah. Aamiiin. Allahua’lam bishawab. (Mursalin Yasland)