REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Hari ini, tepat pada 7 Oktober, agresi Israel ke Jalur Gaza yang menyebabkan kehancuran dan bencana kemanusiaan besar serta menguji hukum dan norma internasional hingga batasnya genap berlangsung setahun. Namun, berbeda dengan harapan dunia supaya Israel segera mengakhiri agresi demi perdamaian, tindak-tanduk mereka saat ini telah membuat konflik semakin meluas di kawasan Timur Tengah.
Tak hanya Gaza, roket-roket Israel juga mendarat di Iran dan kini Lebanon. Sudah lebih dari 41.800 warga Gaza, yang sebagian besar wanita dan anak-anak, wafat dan 96.800 lainnya terluka akibat agresi Israel. Di Lebanon juga, sudah hampir 2.000 orang tewas dan 9.000 orang terluka akibat serangan Israel.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), baik melalui Dewan Keamanan maupun Majelis Umumnya, sudah mengesahkan tak sedikit resolusi untuk mendesak Israel menghentikan serangannya yang semakin serampangan di Gaza. Resolusi DK PBB nomor 2728, Resolusi DK PBB nomor 2735, maupun Resolusi Majelis Umum PBB nomor ES-10/22 yang disahkan tahun ini, misalnya, memiliki pesan yang sama, yaitu menyerukan gencatan senjata dan bantuan kemanusiaan segera di Jalur Gaza.
Meski demikian, Israel bergeming; rezim Zionis terus membombardir rakyat Palestina yang tak bersalah dan meluluhlantakkan seluruh daerah Gaza. Tak ayal, dalam Sidang ke-79 Majelis Umum (SMU) PBB yang berlangsung sepanjang September lalu, isu Palestina dan agresi Israel ke Jalur Gaza serta konflik di Timur Tengah menjadi topik utama.
Satu per satu pemimpin dunia silih berganti menggemakan kecaman mereka kepada Israel dan desakan supaya peperangan di Timur Tengah dari mimbar Majelis Umum PBB. Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, misalnya, dengan lugas mengutuk kemunafikan Israel di hadapan sidang pada 28 September.
“Kemarin PM Netanyahu menyatakan, ‘Israel ingin damai…’, ‘Israel mendamba perdamaian’. Apa benar? Bagaimana mungkin kita akan percaya pernyataan itu?” kata Menlu, merujuk pada pidato yang disampaikan Netanyahu sehari sebelumnya.
“Kemarin, saat dia di sini, Israel melakukan serangan udara besar-besaran terhadap Beirut yang belum pernah terjadi sebelumnya. PM Netanyahu ingin perang berlanjut,” ucap Retno.
Sementara, Menteri Luar Negeri China Wang Yi menyatakan kepada PBB, bahwa persoalan Palestina yang terus berlarut adalah “luka terbesar bagi hati nurani kemanusiaan”. Ia meyakini bahwa keadilan bagi Palestina tak akan bisa digoyahkan oleh kekuatan manapun.
“Keinginan rakyat Palestina untuk hidup di negaranya yang merdeka tak boleh lagi diabaikan,” kata Wang.
Senada, Menteri Luar Negeri Islandia Thordis Gylfadottir menyatakan bahwa tak boleh ada negara yang bisa berada di atas hukum internasional. Menurutnya, hak rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri tak perlu diperdebatkan lagi.