REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program makan bergizi gratis menjadi salah satu prioritas di pemerintahan berikutnya, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka. Program ini berpotensi menjangkau 82,9 juta penerima saat diimplementasikan.
Rencananya, pada November 2024, akan ada uji tambahan. Lalu mulai Januari tahun depan, resmi digulirkan atau diduplikasikan ke seluruh tanah air. Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Selasa (8/10/2024).
Pertanyaannya, bagaimana skema penyalurannya? Dadan menjelaskan, pihaknya telah melakukan percontohan, satu satuan pelayanan, dasarnya melayani 3000 anak makan setiap hari. Dari uji coba tersebut, dibutuhkan 200 kilogram (KG) beras, 350 KG ayam, 3.000 telur, 350 kg sayu, juga susu 600 liter.
"Jadi ini jumlah yang sangat besar. Itu baru satu satuan pelayanan. Kalau nanti program ini sudah jalan secara menyeluruh akan ada kurang lebih 30 ribu satuan pelayanan di seluruh Indonesia yang melayani ibu hamil, ibu menyusui anak balita, anak sekolah mulai dari PAUD sampai SMA termasuk santri dan sekolah-sekolah keagamaan lainnya," kata dia.
Dadan menerangkan, penyaluran resmi yang dimulai pada Januari 2024 itu, akan lebih dilakukan secara masif. Mereka juga harus menyiapkan SDM untuk langsung intervensi ke daerah-daerah. Program makanan bergizi ini, tegas dia, dilakukan secara terpusat dan terkendali.
Uang negara yang masuk ke Badan Gizi Nasional, langsung disalurkan ke satuan-satuan pelayanan di daerah. Seperti disinggung di atas, setiap satuan pelayanan melayani 3.000 anak.
"Nah basisnya di sekolah dulu, karena penentuan 3.000 anak, akan lebih mudah ditentukan melalui sekolah," ujar Dadan.
Ia melanjutkan, pihaknya melakukan survei lebih detail perihal jumlah penerima di suatu daerah. Selain anak-anak juga ada ibu hamil, ibu menyusui, dan lain-lain. Mereka tidak akan menggunakan data sekunder.
Pasalnya, data terkait hal itu sangat dinamis. Dalam jangka waktu tertentu bisa berubah. Intinya, kata Dadan, harus seakurat mungkin.
"Misalnya, kalau kita gunakan data angka tahun 2023 banyak ibu-ibu mungkin yang belum nikah bahkan juga belum hamil. Atau ada juga yang sudah hamil tapi kemudian keguguran, ada yang sudah hamil kemudian pindah. Jadi (jumlah) ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita baru akan kami tentukan ketika satuan pelayanan sudah ada di daerah," ujar kepala Badan Gizi Nasional ini.
Jumlah anak penerimanya....