REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo tak henti-hentinya menyinggung hilirisasi. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia konsisten mengimplementasikan gagasan tersebut.
Kini, menjelang selesai masa jabatannya, Jokowi berpesan agar hal itu harus terus dilakukan. Terutama di wilayah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sektor ESDM, jelas dia, sangat vital bagi perekonomian nasional.
"Nilai tambah di sektor ESDM ini sangat penting, karena nilainya sangat besar sekali. (pengolahan) nilai tambah harus di dalam negeri, bukan mentahan yang kita kirim, kemudian yang menikmati negara-negara lain," kata Presiden saat berbicara di hari jadi Pertambangan dan Energi ke-79, di Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis (10/10/2024).
Ia melanjutkan, apa yang terjadi di masa lalu, jangan sampai terulang. Tidak bisa seperti itu lagi. Pengolahan bahan mentah menjadi bahan jadi, menciptakan banyak industri turunan. Sebab produk yang dihasilkan harus diserap, dijual ke konsumen.
Efeknya ke mana-mana. Termasuk membuka banyak lapangan kerja. Menurut Presiden, itu keuntungan yang diperoleh negara luar ketika Indonesia belum tegas melakukan hilirisasi.
"Yang kaya mereka, yang menjadi negara maju mereka, kita tidak bisa melompat. Inilah yang sering saya sampaikan pentingnya hilirisasi. Industrial downstreaming, penting sekali. Jangan ada yang mundur untuk satu masalah ini dengan alasan apapun," ujar Jokowi menegaskan.
Dampak dari kebijakan pemerintah tersebut, perusahaan tambang diwajibkan memiliki smelter. PT Freeport Indonesia (PTFI) baru saja menyelesaikan pembangunan smelter kedua yang ada di Gresik, Jawa Timur. Dalam setahun, PTFI mengolah 3 juta ton konsentrat tembaga.
Dengan adanya smelter, kini perusahaan tersebut menghasilkan produk turunan di dalam negeri. "Sudah lebih dari 50 tahun lebih mereka mengolah itu. (Dulunya) semelter di mana? Tidak di dalam negeri," kata Jokowi.
Pun demikian dengan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT). Perusahaan tambang yang berlokasi di Sumbawa tersebut menghasilkan 900 ribu ton konsentrat tembaga per tahun. Juga perusahaan-perusahaan lainnya. Saat ini, jelas Presiden sudah ada sekitar 108 smelter.
Sebelumnya, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia menyebut PTFI menghasilkan 900 ribu katoda tembaga dan 60 ton emas per tahun. Sementara AMNT, menghasilkan 220 ribu katoda tembaga san 18 ton emas.
"Jadi, dari dua perusahaan ini saja, bisa menghasilkan 78 ton emas (per tahun)," ujar Bahlil.
Demikian, terobosan yang dilakukan pemerintah dan perusahaan-perusahaan tambang tersebut, demi menghasilkan nilai tambah. Manfaatnya terasa ke berbagai area. Tentunya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Frederikus Bata