REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, memandang kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi layak dievaluasi. Satriwan menilai kebijakan itu malah menghadirkan masalah baru. Satriawan menyampaikan pandangan itu menyusul pergantian pemerintahan dan kabar Nadiem Makarim tak lagi jabat sebagai menteri pendidikan.
"Soal akses pemerataan pendidikan, kenyataannya anak Indonesia mau masuk sekolah negeri ditolak karena terhambat zonasi," kata Satriwan kepada Republika, Kamis (17/10/2024).
Satriwan menyebut PPDB zonasi jadi soal fundamental yang selama 8 tahun ini menyisakan masalah. Sehingga menurutnya tujuan awal PPDB zonasi untuk pemerataan pendidikan malah belum terwujud. "Justru (PPDB zonasi) sisakan masalah berlapis," ujar Satriwan.
Satriwan menjelaskan PPDB zonasi dipersoalkan karena distribusi sekolah negeri tak merata. Kebijakan PPDB zonasi dinilai tidak didasari kajian sebaran sekolah yang seharusnya jadi acuan.
"Sehingga anak Indonesia terpaksa sekolah di swasta karena nggak keterima di negeri dengan keterbatasan sekolah negeri," ujar Satriwan.
Satriwan juga mengamati keterbatasan sekolah menjadi persoalan dalam penerapan PPDB zonasi di kota besar. Tapi masalah lain muncul di wilayah pedesaan dan pelosok.
"Di pelosok justru sebaliknya, sekolah negeri kekurangan murid baru, karena sekolah-sekolah negeri justru berdekatan antara satu dengan yang lain. Sehingga sekolah-sekolah itu nggak ada pendaftarannya karena berdekatan atau akses jauh dari pemukiman sehingga disekolahkan ke swasta yang dekat," ujar Satriwan.
Atas dasar itulah, Satriwan meyakini PPDB zonasi perlu dipertimbangkan kembali untuk dilakukan atau tidak di era pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Ini jadi fenomena yang bisa dibenahi menteri baru agar dikaji ulang PPDB zonasi jangan sampai halangi hak untuk ke sekolah negeri," ucap Satriwan. Rizky Suryarandika.