REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kehidupan rumah tangga adalah privasi yang hendaknya tidak diumbar ke siapa dan di mana pun. Ini adalah salah satu ajaran Islam yang sangat luhur.
عن أبي سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ أَعْظَمِ الْأَمَانَةِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
Dari Abu Sa’id al-Khudri RA, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya amanat yang paling besar di sisi Allah pada Hari Kiamat adalah seseorang yang bersetubuh dengan istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, kemudian dia (suami) menyebarkan rahasianya." (HR Mulim).
Hadits yang agung ini merupakan contoh lain dari pendidikan bagi pasangan suami istri untuk menjaga rahasia mereka. Suami menjaga rahasia istrinya dan demikian juga sebaliknya istri menjaga rahasia suaminya serta membangun rasa malu di antara keduanya. Hal yang demikian dapat menjaga rumah tangga syar'i dari sebab-sebab keretakannya.
Tidak boleh bagi salah seorang dari suami istri untuk menceritakan kepada orang lain tentang apa yang terjadi di antara dirinya dan istrinya, terutama yang berkaitan dengan kondisi urusan ranjang dan yang berkaitan dengan hal tersebut.
Imam Ibnu Hajar dalam Kitab Bulugh al-Maram fi Adillat al-Ahkam, menggunakan redaksi "Sesungguhnya manusia terburuk." Sedangkan dalam Shahih Muslim memakai lafaz "Inna min asyarrinnas." bisa jadi Ibnu Hajar meriwayatkannya dengan makna. Mungkin saja yang ini merujuk pada pendapat ulama nahwu bahwa tidak boleh menggunakan lafaz asyarrun atau akhyarun.
BACA JUGA: Israel Babak Belur Dihajar Hizbullah di Lebanon, Tentara Banyak yang Tewas
Yang diperbolehkan adalah memakai lafaz khairun. Seperti penggunaannya pada kalimat huwa khairun minhu atau huwa syarrun minhu.
Imam an-Nawawi mengitup perkataan Qadhi Iyyadh, hadits-hadits sahih ini diriwayatkan dengan memakai dua bentuk itu sekaligus, ini dalil bolehnya kedua bentuk itu dan masih dalam satu makna.