REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Museum Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta Pusat, adalah sebuah bangunan sarat sejarah. Tepat 96 tahun lalu, di sana para pemuda mengikrarkan Sumpah Pemuda: Satu Tanah Air, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa. Keputusan bersejarah ini diambil Kongres Pemuda II, yang diikuti para perwakilan dari pelbagai daerah Indonesia.
Peristiwa bersejarah lainnya, dari tempat ini pula pertama kali komponis Wage Rudolf Supratman dengan biolanya mengumangkan lagu Indonesia Raya yang kini menjadi lagu kebangsaan. Ruangan rapat yang penuh sesak menjadi sunyi senyap saat lagu itu dengan gesekan biola diperdengarkan.
Baru, setelah lagu berakhir, suasana kongres menjadi gegap gempita dan tepuk tangan gemuruh disertai teriakan: "Bis ..Bis..!" maksudnya minta diulang. Awal abad ke-20, ketika Sumpah Pemuda, situasi Batavia diwarnai banyaknya pemuda dari berbagai daerah yang datang guna melanjutkan pendidikannya.
Saat itu, bahasa Indonesia masih disebut bahasa Melayu dan merupakan alat komunikasi dalam pergaulan sehari-hari. Belanda mendirikan sekolah dan perguruan tinggi karena banyaknya modal asing (Barat) yang masuk ke Indonesia. Di gedung yang sederhana ini, tiap Hari Sumpah Pemuda selalu dilangsungkan upacara peringatan.
Saat memasuki gedung ini, kita akan mendapati diorama WR Supratman yang tengah main biola. Di depannya, para peserta rapat yang dengan tekun mendengarkan. Semuanya menggunakan pakaian seragam putih dan peci hitam.