REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Di sebuah pulau kecil di Kabupaten Serang, bernama Pulau Panjang, tinggal seorang nelayan tangguh bernama Sudirman (54) yang sering mengarungi lautan. Hampir setiap hari, ia berlayar untuk mencari nafkah dengan menangkap ikan.
Namun, di balik senyumnya yang cerah, Sudirman menyimpan masalah yang perlahan-lahan mulai mengusik kehidupannya. Penglihatannya yang kian hari kian kabur membuatnya kesulitan dalam menjalankan kewajibannya mencari nafkah, terutama saat melaut.
Paparan sinar matahari yang menyilaukan disertai air laut yang asin membuat matanya sering kali perih dan pedih. Sudirman pun mulai kesulitan membedakan warna dan jarak. Bahkan kadang kali, ia salah jalan saat di laut, apalagi saat gelap malam tiba. Hal ini tentu saja sangat mengkhawatirkan, baik bagi dirinya maupun keluarganya.
Sebuah harapan baru pun muncul. Suatu hari, kabar gembira datang, bahwa sebuah program bakti sosial operasi katarak gratis akan diadakan di Pulau Panjang oleh Dompet Dhuafa melalui Program Bakti Sosial Rumah Sakit Achmad Wardi (RSAW). Tanpa pikir panjang, Sudirman langsung mendaftarkan diri dari 59 orang yang ikut serta. Hal ini dijelaskan, Sudirman ketika diwawancarai melalui telepon pada Jumat (01/11/2024), Ia sangat berharap bisa kembali melihat dunia dengan jelas dan terang.
Sebelumnya menjalani serangkaian pemeriksaan pada Rabu lalu 14 Agustus 2024, benar saja, Sudirman beserta 27 orang lainnya dinyatakan positif katarak dan membutuhkan operasi segera. Dengan perasaan campur aduk antara haru dan cemas, ia memberanikan diri berangkat ke RSAW di Kota Serang guna menjalani operasi katarak. Meski begitu, di samping kecemasannya pada tindak operasi, ia tak perlu khawatir akan segala keperluan proses operasi, sebab RSAW menanggung semuanya. Mulai dari transportasi, akomodasi, konsumsi, dan lainnya.
Usai Sudirman menjalani proses skrining, penulis berkesempatan menemui Sudirman di rumahnya. Ia bercerita bahwa dirinya mulai bekerja sebagai nelayan sejak anaknya menginjak usia 5 tahun, atau sekitar tahun 2005. Sekarang anak itu sudah berusia 24 tahun. Artinya, sudah 20 tahun ia bekerja mencari ikan di laut sebagai nelayan. Sebelum itu, ia mengaku pernah bekerja sebagai buruh di proyek-proyek bangunan.
Ia menyebut aktivitasnya melaut setiap dua hari sekali. Biasanya, ia mulai dari jam 06.30 WIB hingga sore hari, bahkan kadang malam hari. Itu semua tak lain adalah untuk menafkahi keluarga dan membiayai pendidikan sang anak.
“Kalau di laut itu memang untuk mata sangat perih panasnya. Terutama itu pagi hari atau sore hari itu. Pantulannya perih kena mata. Mulai terasa efeknya itu biasanya kalau malam. Perih gitu, pedih kayak habis kena radiasi las gitu, panas,” katanya.
“Awalnya saya tuh nggak merah mata saya. Baru setahun setengah, kurang lebih, mata saya mulai kemerah-merahan. Terus mulai merasa nggak nyaman. Mata pedih gitu, terus merasa agak buram,” imbuhnya.
Selama melakukan aktivitas di laut, ternyata Sudirman tidak memakai perlindungan mata apa pun. Ia, begitu juga orang-orang Pulau Panjang, memilih untuk tidak memakai perlindungan mata dari sinar matahari, karena itu dirasa mempersulit aktivitas.
Selain itu, faktor lainnya adalah paparan dari sinar lampu kapal. Ketika malam, beberapa nelayan akan menggunakan lampu dengan tenaga 1.500 hingga 2.000 watt. Tak jarang, lampu itu mengarah ke nelayan lain dan mengenai mata.
Di samping itu, warga Pulau Panjang memang jarang sekali memiliki kesadaran untuk memeriksakan matanya. Alasannya, karena mereka merasa takut. Sudirman pun demikian. Awalnya ia merasa takut. Hingga serangan katarak telah benar-benar mengganggunya.
“Sekarang memang merasa sangat menurun penglihatannya. Mungkin faktor usia juga ya. Kan waktu lagi muda nyaman-nyaman aja. Nggak ada masalah apa-apa. Tapi sekarang agak ada banyak keluhan. Yang paling terasa terganggu itu kalau habis melaut begini. Malamnya itu panas, perih, kayak ada putih-putih gitu-gitu. Alhamdulillah. Semoga ini menjadi rezeki saya tahun ini. Mudah-mudahan bisa berangkat ke RSAW untuk operasi,” harap Sudirman.
Pada 24 September 2024, operasi katarak gratis berhasil dilakukan dan setelahnya Sudirman bisa merasakan perbaikan pada penglihatannya. Ia mendapat tindakan operasi pada satu matanya yang sebelah kiri. Sedang yang kanan, kata dokter, masih normal, hanya saja disarankan untuk memakai pelindung mata dari sinar UV.
Setelah berhasil menjalani operasi, dunia seakan menjadi baru bagi Sudirman. Warna-warni terasa lebih cerah, detail-detail yang sebelumnya samar kini terlihat jelas. Setiap pagi, ia tak perlu lagi enggan untuk keluar rumah guna menikmati pemandangan laut serta padu padan sejuknya angin dan hangatnya sinar mentari.
Pada Sabtu lalu (19/10), saat ditemui Sudirman bercerita, “Satu minggu kira-kira setelah skrining, sudah dikabarkan bahwa akan dioperasi. Wah senang sekali itu. Langsung kebayang kan nanti bisa cerah lagi lihatnya”.
“Alhamdulillah, sekarang sudah terang. Itu terang bener. Sudah nggak ada keluhan apa-apa. Dulu Setiap malam itu menahan rasa sakit karena siangnya kena panas. Setelah operasi, kita dianjurkan itu nunggu setengah bulan dulu baru boleh ke laut lagi. Kemudian dianjurkan oleh dokter itu untuk dibantu sama kacamata. Saya senang sekali bisa baca, bisa nggak burem lagi, nggak bayang-bayang kayak lagi,” lanjutnya.
Kehidupan Sudirman sebagai nelayan pun mengalami perubahan yang cukup dirasakan. Ia bisa melihat dengan jelas tanda-tanda alam yang sebelumnya sulit dideteksi, seperti perubahan warna air laut atau keberadaan ikan. Hal ini tentu saja sangat membantunya dalam mencari ikan dan meningkatkan hasil tangkapannya.
Kisah Sudirman kemudian menginspirasi banyak orang di Pulau Panjang. Beberapa warga yang memiliki keluhan serupa dengan Sudirman mulai berani memeriksakan mata mereka. Mereka berharap mendapatkan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pengobatan gratis. Pun Sudirman telah mengajarkan penulis betapa berharganya kesehatan mata. Mata adalah anugerah yang tak ternilai harganya. Dengan memiliki penglihatan yang baik, kita bisa menikmati keindahan dunia dan melakukan berbagai aktivitas dengan lebih baik.
Selain itu, kisah Sudirman juga menunjukkan pentingnya kepedulian sosial. Berkat wakaf serta kontribusi sosial dari masyarakat bersama RSAW Dompet Dhuafa, Sudirman dan banyak orang lainnya mendapatkan kesempatan untuk hidup lebih baik. Kita semua dapat berperan aktif dalam membantu sesama yang membutuhkan. Upaya pemberantasan kasus mata katarak ini dapat semakin luas dilakukan dengan dukungan dari banyak pihak. Sahabat dapat ikut menggratiskan biaya operasi katarak warga dhuafa yang sedang memiliki kendala ekonomi.