REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), tindakan Israel dinilai tak sejalan dengan maksud dan tujuan didirikannya PBB yang antara lain untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia, menyediakan bantuan kemanusiaan apabila terjadi kelaparan, bencana alam, dan konflik bersenjata.
Jama'ah Muslimin (Hizbullah) menyatakan, Israel telah melakukan banyak pelanggaran karena tidak mematuhi 181 resolusi Dewan Keamanan PBB dalam pemeliharaan dan atau pemulihan perdamaian dan keamanan internasional. Padahal, resolusi tersebut mempunyai kekuatan mengikat yang pada hakikatnya merupakan pencerminan suatu legitimasi internasional.
Tak hanya itu, Hizbullah lewat keterangan tertulis yang diteken ketua umum H Sakuri menyatakan, pembentukan United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) atau Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat melalui Resolusi Majelis Umum PBB No. 302 pada 18 Desember 1949 adalah usaha untuk mewujudkan tujuan didirikanya PBB sebagaimana diuraikan di atas.
Saat ini, ujar dia, UNRWA berada di bawah tekanan besar. Sebagaimana diberitakan di media, "Badan tersebut telah mencapai titik yang tidak dapat lagi ditoleransi dengan seruan berulang kali oleh Israel untuk membubarkan UNRWA dan pembekuan pendanaan oleh donatur," (Stephane Dujarric berdasarkan isi surat yang ditulis oleh Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini kepada presiden Majelis Umum PBB).
"Oleh karena itu, kami mendesak dan menyerukan kepada PBB yang beranggotakan 193 negara secara aklamasi mengeluarkan Israel dari keanggotaan PBB,"ujar Sakuri.
Dengan dikeluarkan Israel dari keanggotaan PBB, diharapkan Israel makin terkucil dari percaturan dunia dan akhirnya menghentikan kebiadaban mereka terhadap bangsa Palestina serta bangsa-bangsa lain demi untuk kelangsungan peradaban umat manusia di muka bumi.