REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia.
Banyak orang menganggap ikan lele sebagai salah satu hidangan favorit, terutama bagi para penggemar pecel lele. Selain itu, ikan lele juga kaya akan nutrisi yang bermanfaat mirip dengan ikan tawar dan ikan laut lainnya.
Lele merupakan salah satu jenis ikan yang banyak dibudidayakan. Pemeliharaannya yang relatif mudah, ditambah dengan harga yang terjangkau dan cita rasa yang enak, membuat ikan ini sangat disukai.
Beberapa peternak ada yang memberi pakan ikan lele dengan bahan-bahan najis, seperti bangkai hewan dan kotoran tinja.
Namun, ada juga peternak yang memberikan pakan berupa dedaunan, cacing, belatung, dan sisa makanan. Pertanyaannya, bagaimana hukum mengonsumsi lele yang diberi pakan dari kotoran manusia dan benda najis lainnya?
Menurut keterangan fiqih, hewan yang mengonsumsi kotoran atau benda najis dikenal sebagai jalalah. Terkait dengan hewan jalalah ini, Rasulullah SAW pernah bersabda dan melarang umatnya untuk mengonsumsi jenis hewan tersebut:
إِنَّ النَّبِيَّ نَهَى عَنْ أَكْلِ الجَلَالَةِ وَشُرْبِ لَبَنِهَا حَتَّى تَعْلِفَ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
Artinya: “Sesungguhnya Nabi SAW melarang memakan daging binatang yang memakan kotoran dan melarang meminum susunya sampai hewan itu diberi makan (dengan yang tidak najis) selama 40 malam (hari).” (HR At-Tirmidzi)
BACA JUGA: Saat Pejuang Berjuang dan Rakyat Gaza Dibantai, Abbas Sibuk Bahas Kekuasaan, Hamas Meradang
Para ulama mazhab Syafi’i memahami larangan dalam hadits tersebut sebagai hukum makruh, bukan haram. Hukum makruh ini hanya berlaku jika daging hewan pemakan kotoran (jalalah) tersebut mengalami perubahan akibat mengonsumsi kotoran.
