REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan, pemerintah sedang mengusulkan percepatan progres Rencana Pemberian Penghapusan Buku (RPP) dan penghapusan tagih untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Bank BUMN. Hal tersebut ia sampaikan saat Rapat di Komisi VI DPR RI, Senin (4/11/2024).
Sebelumnya, usulan ini telah dibahas dalam rapat bersama Menko Bidang Perekonomian dan tujuh menteri lainnya pada Ahad kemarin. Erick menyebutkan langkah ini diperkirakan dapat mencapai nilai sekitar Rp 8,7 triliun.
"Angkanya diperkirakan mencapai Rp 8,7 triliun, yang dapat membantu perputaran ekonomi, terutama bagi UMKM yang kini sedang terpukul," ungkapnya saat Rapat di Komisi VI DPR RI, Senin (4/11/2024).
Pemerintah, sambung Erick, mengusulkan untuk menyelesaikan proses tersebut dalam waktu lima tahun, meskipun ada opsi untuk jangka waktu yang lebih panjang, seperti dua atau sepuluh tahun. Menurutnya, penghapusan tagih ini merupakan langkah strategis untuk memastikan kelancaran pemberian akses pembiayaan bagi sektor UMKM yang terdampak pandemi.
Erick berharap upaya ini akan memberikan dampak langsung terhadap sektor ekonomi rakyat, di mana hingga saat ini 92 persen pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) disalurkan oleh bank-bank BUMN dengan total nilai lebih dari Rp 1.000 triliun. Sementara sisanya sebesar 8 persen disalurkan oleh bank swasta. Erick menambahkan, pemerintah juga menargetkan penyaluran KUR pada tahun 2025 dengan fokus pada sektor pertanian dan ketahanan pangan, dengan nilai yang diperkirakan mencapai Rp 200-300 triliun.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menjelaskan penghapusbukuan atau hapus tagih utang UMKM dapat dilakukan jika utang tersebut tidak terbayar meski sudah melalui proses restrukturisasi. "Dalam UU P2SK, penghapusbukuan dan penghapustagihan piutang macet UMKM dapat dilakukan untuk mendukung kelancaran pemberian akses pembiayaan kepada UMKM," ujarnya.
Dian juga menegaskan kerugian yang timbul akibat penghapusan tagih ini bukanlah kerugian negara, selama dilakukan dengan itikad baik dan sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik.