Selasa 12 Nov 2024 14:29 WIB

Tekan Peternak Lokal, 80 Persen Konsumsi Susu Berasal dari Impor dan Bebas Bea Masuk

Impor susu terbesar saat ini adalah dari Selandia Baru dan Australia.

Peternak menyaring susu sapi di Sarang Qurban, Depok, Jawa Barat.
Foto: ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/aww.
Peternak menyaring susu sapi di Sarang Qurban, Depok, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menyatakan akan berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan untuk mengevaluasi aturan atau regulasi impor susu menyusul permasalahan kelebihan produksi susu dalam negeri yang tak terserap oleh pabrik. Dalam jumpa pers di kantornya di Jakarta, Senin (11/11/2024), Budi Arie mengatakan bahwa sekitar 80 persen susu yang dikonsumsi masyarakat Indonesia saat ini berasal dari impor. Impor susu terbesar saat ini adalah dari Selandia Baru dan Australia.

“Selandia Baru dan Australia memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia, yang menghapuskan bea masuk pada produk susu sehingga membuat harga produk susu mereka setidaknya 5 persen lebih rendah dibandingkan dengan harga pengekspor produk susu global lainnya,” ujarnya.

Baca Juga

Ia menuturkan situasi semakin buruk karena industri pengolahan susu (IPS) lebih memilih mengimpor susu bubuk (skim) daripada susu segar. Akibatnya, para peternak sapi perah di Indonesia rugi karena harga susu segar produksi mereka menjadi sangat rendah, yaitu hanya Rp 7.000 per liter, di bawah harga ideal Rp 9.000 per liter.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono menambahkan bahwa dari total produksi susu nasional, 70 persen disumbangkan oleh koperasi peternak sapi perah. Namun, jumlah ini baru bisa memenuhi 20 persen dari total kebutuhan susu dalam negeri.

Menurut data pemerintah, konsumsi susu nasional pada 2023 mencapai 4,6 juta ton. Namun, produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi 1 juta ton atau sekitar 20 persen dari total kebutuhan. Sementara sisanya berasal dari impor.

“Oleh karena itu, sisa yang 80 persen yang sementara ini dilakukan importasi susu itu nanti secara bertahap akan kita kurangi dan kita akan mendorong industri pengolahan susu yang berbadan hukum, berbadan usaha koperasi,” ucap Ferry.

Ia menambahkan, Kemenkop juga akan meminta Kementerian Perdagangan untuk meninjau kembali soal pengenaan bea masuk nol persen terhadap produk susu impor, yang saat ini didominasi oleh Selandia Baru dan Australia. Di sisi lain Indonesia dan Australia saat ini memiliki perjanjian perdagangan bebas bilateral IA-CEPA, yang telah berlaku sejak 5 Juli 2020. Melalui perjanjian IA-CEPA, Australia telah menghilangkan seluruh tarif bea masuk (6.474 pos tarif) untuk produk-produk Indonesia, sehingga ekspor Indonesia ke Australia sepenuhnya bebas bea masuk. Sementara itu, Indonesia juga telah menghapuskan sebagian besar tarif bea masuknya (94,5 persen) atau setara dengan 10.229 pos tarif) untuk produk-produk Australia.

Kondisi peternak dan koperasi susu menjadi sorotan belakangan ini setelah para peternak sapi perah dan pengepul susu di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah mengeluhkan pembatasan kuota penyerapan susu oleh industri pengolahan susu. Para pengepul susu dan peternak melakukan aksi protes di Kabupaten Boyolali pada Sabtu (9/11/2024) dengan aksi mandi susu menggunakan susu yang tak terserap industri pengolahan susu.

Produksi susu oleh peternak sapi perah dan pengepul susu di Kabupaten Boyolali mencapai 140.000 liter per hari. Belakangan ini, serapan IPS hanya sekitar 110.000 liter per hari. Terdapat sisa sebanyak 30.000 liter per hari yang tak terserap pabrik. Salah satu koperasi yang terdampak adalah KUD Mojosongo, yang merupakan koperasi produksi susu terbesar di Kabupaten Boyolali.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement