Sabtu 16 Nov 2024 20:07 WIB

Pertamina Manfaatkan Potensi Alam Untuk Serap Karbon Lewat Dua Inisiatif Terintegrasi

Pertamina mengambil peran penting dalam pengembangan BECCS.

SVP Technology Innovation Pertamina Oki Muraza menjelaskan potensi BECCS di Indonesia Pavillion COP29 Baku, Azerbaijan.
Foto: Pertamina
SVP Technology Innovation Pertamina Oki Muraza menjelaskan potensi BECCS di Indonesia Pavillion COP29 Baku, Azerbaijan.

REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- PT Pertamina (Persero) mengintegrasikan dua strategi untuk penyerapan karbon emisi melalui pemanfaatan alam serta teknologi. Pertamina mengambil peran penting dalam pengembangan BECCS (Bioenergy Combined with Carbon Capture and Storage) di Indonesia.

SVP Technology Innovation Pertamina Oki Muraza menjelaskan Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi besar dalam sektor pertanian dan kehutanan. Lebih dari 50 persen wilayah Indonesia masih tertutup hutan.

Baca Juga

Sedangkan di satu sisi, kapasitas storage yang bisa menampung emisi karbon sesuai beberapa studi yang dilakukan Pertamina mencapai 7 gigaton. "Melalui kombinasi bioenergi dengan CCS, kita dapat menggabungkan manfaat dari dua bidang ini: bioenergi yang berasal dari sektor pertanian dan kehutanan, serta CCS dari sektor minyak dan gas," kata Oki dalam sesi panel di Indonesia Pavillion COP29 Azerbaijan, Jumat (15/11/2024).

Sektor kehutanan dan pertanian Indonesia mampu menyerap karbon dengan alamiah melalui fotosintesis. Pertamina menyadari potensi ini dan menjaga operasional perusahaan yang berdekatan dengan hutan dan lahan pertanian yang memegang peran penting dalam penyerapan karbon alami.

Pertamina saat ini melakukan studi BECCS di Sumatera Selatan. Wilayah ini memiliki hutan eucalyptus dan operasi minyak serta gas di lokasi yang berdekatan. "Misalnya, emisi CO₂ dari industri pulp dan kertas sebesar 1 juta ton per tahun dapat ditangkap dan disimpan di reservoir Limau Field yang hanya berjarak 5 kilometer. Keunikan ini jarang ditemukan di negara lain," jelas Oki.

Pendekatan ini berpotensi menghasilkan inisiatif karbon negatif, baik melalui fotosintesis tanaman maupun injeksi ke reservoir geologis. "Dengan metode ini, kita tidak hanya mengurangi emisi tetapi juga menciptakan kredit karbon yang dapat diperdagangkan," tambahnya.

Menurut Oki, Indonesia memiliki banyak peluang untuk mengembangkan BECCS, seperti di pabrik bioetanol di Jawa Timur yang juga menghasilkan CO2 untuk industri makanan. Namun, untuk mewujudkan teknologi ini diperlukan kolaborasi yang kuat dalam pengembangan teknologi, regulasi yang mendukung, serta dukungan keuangan.

"Regulasi seperti mekanisme MRV (Measurement, Reporting, and Verification) dan pengembangan pasar karbon akan menjadi kunci untuk menarik investasi ke Indonesia. Ini adalah berkah sekaligus peluang besar bagi kita," kata Oki.

Melalui sinergi antara bioenergi dan CCS, Indonesia dapat meningkatkan kontribusi energi terbarukan dan menurunkan emisi karbon secara signifikan.

"Kombinasi ini dapat membantu Indonesia mencapai target Enhanced NDC, yakni pengurangan emisi sebesar 32 persen, sekaligus mendukung tercapainya sepertiga kebutuhan energi nasional dari sumber terbarukan," tambah Oki.

PT Pertamina (Persero) berkomitmen untuk terus mendorong implementasi BECCS dengan mengoptimalkan modal, teknologi, infrastruktur, dan kerangka regulasi. "Dengan sinergi yang tepat, kita yakin dapat merealisasikan BECCS sebagai solusi unik untuk transisi energi dan aksi iklim di Indonesia," tutup Oki.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement