Selasa 19 Nov 2024 13:30 WIB

Polemik Haram Gunakan Hasil Investasi Dana Haji, MUI Luruskan Informasinya

MUI harap pengelola dana haji maksimalkan nilai manfaatnya.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Muhammad Hafil
Dana Haji (ilustrasi)
Foto: Republika
Dana Haji (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof KH Abdurrahman Dahlan menjawab pertanyaan apakah benar MUI mengharamkan setoran dan investasi dana haji. Ia menegaskan bahwa sebetulnya MUI tidak pernah menyatakan bahwa memanfaatkan dana hasil investasi restoran awal calon jamaah haji itu hukumnya haram.

Kiai Abdurrahman mengatakan, bahkan MUI mendorong supaya nilai manfaat dari investasi yang dilakukan oleh pengelola dana haji itu lebih banyak, lebih intensif dan lebih luas lagi. Sehingga manfaatnya dapat dirasakan terutama oleh jamaah haji itu sendiri baik yang sedang waiting list maupun untuk kepentingan lain yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan ibadah haji.

Baca Juga

Mengenai kabar MUI haramkan hasil investasi dana haji, Wakil Ketua Komisi Fatwa ini menegaskan itu tidak benar.

"Jadi sebetulnya kabar itu tidak benar dalam arti mungkin ada yang menyampaikan pendapat seperti itu, tentu antara lain bapak menteri agama tetapi sebetulnya sama sekali itu tidak benar," kata Kiai Abdurrahman, dikutip dari MUI TV Official, Selasa (19/11)

Kiai Abdurrahman menyampaikan, yang MUI lakukan, putuskan dan bicarakan itu adalah hukum memanfaatkan hasil investasi setoran awal Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) calon jamaah haji untuk membiayai penyelenggaraan haji jamaah lain.

Ia menerangkan, jadi bukan manfaatnya itu sendiri yang haram didapatkan, tetapi memindahkan atau menyalurkan dana manfaat dari calon jamaah yang waiting list itu kepada jamaah yang berangkat lebih dahulu. Hal ini setiap tahun terjadi, dana itu disalurkan kepada jamaah yang berangkat lebih dulu, dana itu sendiri dana dari calon jamaah haji yang masih waiting list. 

Mengenai alasan MUI mengeluarkan fatwa pada Ijtima Ulama VIII terkait pemanfaatan hasil investasi dana setoran biaya haji untuk jamaah lain, Kiai Abdurrahman menegaskan, alasannya tindakan itu tidak sejalan dengan undang-undang pengelolaan keuangan haji.

"Alasan kedua, rasanya atau menurut perhitungan kita tidak logis calon jamaah haji yang waiting list yang akan berangkat masih lama lagi waktunya, uangnya digunakan untuk membiayai jamaah yang akan berangkat (lebih dulu atau sekarang), risikonya jamaah yang waiting list itu nanti waktu akan berangkat dia akan menambah lagi dananya," jelas Kiai Abdurrahman. 

Kiai Abdurrahman mengatakan, harusnya dana yang dikelola itu, yang dimanfaatkan itu hasilnya untuk jamaah yang waiting list itu. Bukan untuk orang lain, karena kalau untuk orang lain, dia sendiri sebagian besar kesulitan untuk menambah kekurangan biaya haji dari setoran awal. 

"Kalau dia sendiri (jamaah yang waiting list) kekurangan bagaimana dia mau membagikannya kepada jamaah lain yang belum tentu juga itu merasa kesulitan sebagian tentu yang sudah mampu (secara ekonomi)," ujar Kiai Abdurrahman. 

Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI ini mengungkapkan, semakin lama biaya haji itu semakin mahal, Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) itu lebih mahal setiap tahun selalu naik. Kalau dibagikan kepada yang lain yang dalam hitungan MUI persentasenya kira-kira antara 70 banding 30. 

"Jadi 70 persen dari dana pemanfaatan itu justru digunakan untuk penyelenggaraan ibadah haji yang lebih dulu berangkat, hanya 30 persen untuk pemilik dana yang masih waiting list, jadi nanti begitu tiba gilirannya untuk melaksanakan ibadah haji, dia harus menanggung biaya tambahan lagi yang kadang-kadang gagal berangkat gara-gara tidak memenuhinya," jelas Kiai Abdurrahman.

Kiai Abdurrahman menegaskan, tetapi kalau sekiranya itu hasil pemanfaatan dana setoran awal sepenuhnya untuk si calon jemaah itu sendiri yang waiting list, maka dia tidak terlalu besar lagi membiayai untuk pemberangkatan dirinya berhaji.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement