Blambangan menjadi kerajaan Hindu terakhir di Jawa ketika Sultan Demak Trenggono melakukan penyerbuan pada 1535. Pertahanan Panarukan, ibu kota Blambangan, cukup kuat, sehingga Sultan Demak mengalami kekalahan.
Sejak itu Sultan Demak mengonsolidasikan kekuatan. Sepuluh tahun kemudian, pada 1546, ia kembali menyerbu Blambangan dengan 40 ribu prajurit ditambah termasuk prajurit bayaran Portugis.
Prajurit Portugis ini direkrut oleh Hasanuddin. Banten telah ditaklukkkan oleh Sultan Demak pada 1526 bersama 2.000 prajurit Cirebon yang dibawa oleh Hasanuddin, anak Sunan Gunungjati.
Cukup mudah bagi Sultan Trenggono menaklukkan Banten dan kemudian juga menaklukkan Sunda Kelapa pada 1527. Akibatnya Portugis tidak bisa membangun bandar di Banten dan Sunda Kelapa.
Sultan Demak sebelumnya, Adipati Unus, menyerbu Malaka untuk menyerang Portugis agar Portugis tidak masuk Jawa. Namun, usaha Adipati Unus belum berhasil, hingga Adipati Unus meninggal pada 1521.
Trenggono naik tahta pada 1521, tetapi tidak melanjutkan perjuangan Adipati Unus menyerbu Portugis di Malaka. Sebagai sultan baru Demak, Trenggono memilih menaklukkan wilayah-wilayah lain di Jawa.
“Trenggono merupakan orang yang sangat cakap dan ambisisus,” tulis Paul Michel Munoz di buku Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Malaysia.
Untuk mencegah Portugis masuk ke Jawa ia memilih untuk tidak menyerbunya jauh-jauh ke Malaka. Ia menunggunya di Jawa.
“Dia ambisius dan melancarkan serangkaian aksi militer, mengalahkan semua pelabuhan independen di bagian utara Jawa dan menghancurkan hampir semua kerajaan Hindu di Jawa,” tulis Paul Michel Munoz.
Bersamaan dengan penaklukan Sunda Kelapa yang tidak perlu mengerahkan banyak pasukan, Suntan Demak Trenggono juga menyerbu Daha. Di Kediri, ibu kota Daha, berdiam raja terakhir Majapahir, Girindrawardhana.
Girindrawardhana semula bernama Ranawijaya, anak dari Raja Majapahit Singhawikramawardhana --yang naik tahta pada 1466. Pada 1468 Bhre Kertabhumi merebut tahta di Trowulan, sehingga Singhawikramawardhana dan keluarganya melarikan diri ke Kediri.
Dari Kediri ia melakukan perlawanan terhadap Bhre Kertabhumi. Ranawijaya kemudian naik tahta sebagai raja Majapahit berkedudukan di Kediri, dengan nama Bhatara Prabhu Girindrawardhana.
Pada tahun 1478, Girindrawardhana merebut Trowulan dari Bhre Kertabhumi. Bhre Kertabhumi terbunuh dan keluarganya melarikan diri ke Blambangan.
Tapi rupanya, Trowulan sudah hancur. Itulah tahun yang dicatat sejarah sebagai kehancuran Majapahit. Girindrawardhana tetap bertahta di Kediri yang kemudian pada 1527 diserbu oleh Sultan Demak Trenggono.
Setelah merebut Daha, Sultan Demak Trenggono melanjutkan ekspedisi penaklukan ke Madiun pada 1529, ke Pengging pada 1530, dilanjut ke Surabaya dan Gresik. Keberhasilan-keberhasilan itu mendorong Trenggono untuk melanjutkan penaklukan ke Blambangan pada 1535, namun gagal.
“Selama aksi militer ini dia didukung oleh tentara bayaran Portugis yang telah direkrut oleh Hasanudin, penguasa Banten,” tulis Paul Michel Munoz.
Adanya prajurit Portugis menguntungkan dari segi pencatatan sejarah. Demak yang tidak memiliki penulis sejarah, kehadiran prajurit bayaran Portugis itu telah membantu membuat catatan sejarah Demak.
Fernao Mendes Pinto membuat catatan berjudul Peregrinacao yang diterbitkan di Lisbon pada 1614. Ia mencatat kegagalan serbuan kedua Trenggono ke Blambangan ini berikut aksi pembunuhan terhadap Sultan Trenggono oleh salah satu punggawanya.
Setelah Trenggono meninggal, kekuatan pasukan sebanyak 40 ribu prajurit terpecah. Bahkan Demak sebagai kerajaan juga melemah karena perebutan kekuasaan.
“Pada 1552, Hasanuddin menyatakan kemerdekaan Banten dan tindakannya itu dengan cepat ditiru oleh para penguasa Surabaya di pantai utara Surabaya dan Mataram di Jawa Tengah,” tulis Paul Michel Munoz mengutip Paregrinacao.
Ma Roejan