REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada suatu hari, Nabi Muhammad SAW mengimami salat isya berjamaah di masjid. Namun, selang beberapa lama jamaah dapat mendengarkan bunyi "kletak-kletik", terutama ketika Rasulullah SAW sedang bergerak untuk rukuk dan sujud.
Dalam pikiran masing-masing, jamaah cemas. Mereka takut bilamana Rasulullah SAW sedang menggigil lantaran sakit. Demikian mereka menyangka.
Usai shalat, Umar bin Khattab bertanya kepada beliau, "Apakah engkau sakit, wahai kekasih Allah?"
"Tidak," jawab Nabi SAW, "aku sehat walafiat."
"Namun, mengapa tiap kali engkau menggerakkan tubuhmu untuk rukuk dan sujud, terdengar bunyi berkeretakan. Mungkin engkau sakit?" tanya Umar lagi.
"Tidak. Aku segar bugar," masih jawab Nabi.
Akan tetapi, para sahabat tetap kelihatan makin khawatir. Oleh karena itu, beliau lantas membuka jubahnya.
Tampak oleh para sahabat, Nabi SAW mengikat perutnya yang kempes dengan selempang kain yang diisi batu-batu kecil. Itu dilakukan beliau demi menahan rasa lapar.
Batu-batu itulah yang mengeluarkan bunyi "kletak-kletik" ketika Nabi SAW bergerak. Umar spontan memekik, "Ya Rasul, alangkah hinanya kami dalam pandanganmu. Apakah engkau kira jika engkau katakan lapar, kami tidak bersedia menyuguhkan makanan untukmu?"
Rasul SAW menggeleng seraya tersenyum.
''Umar," kata Nabi SAW, "aku mengetahui, kalian--para sahabat--sangat mencintaiku. Namun, di mana akan kuletakkan mukaku di hadapan Allah, apabila sebagai pemimpin justru aku membikin berat orang-orang yang kupimpin?"
Mendengar jawaban itu, seluruh jamaah hening.
"Biarlah aku lapar," ujar Rasulullah SAW melanjutkan perkataannya, "supaya manusia di belakangku tidak terlalu serakah sampai-sampai menyebabkan orang lain kelaparan."
Pribadi sederhana