REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR- Asosiasi Ulama Sufi se-Nusantara (Rabithah Masyayikh Sufiah) mengadakan pertemuan ulama sufi bertajuk Liqo’ Mahabbah se-Asia Tenggara di Kabupaten Bogor pada 29 November hingga 1 Desember 2024.
Acara ini mengangkat tema “Menghidupkan Kembali Ajaran Kesufian Para Ulama Nusantara untuk Memperkokoh Tauhid dan Memperbaiki Akhlak Umat,” dan bertujuan membahas perkembangan tarekat serta mempererat ukhuwah Islamiyah di Asia Tenggara, meliputi Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan negara-negara lainnya.
Ketua Panitia, KH Ali Abdullah, menyatakan pertemuan ini merupakan momentum strategis untuk kebangkitan tasawuf di era modern.
“Tasawuf, sebagai inti dari ajaran Islam, harus mampu menjadi pelita yang membimbing masyarakat menuju ma'rifatullah,” ujar dia dalam keterangannya, Sabtu (30/11/2024).
Dia juga menyoroti tantangan yang dihadapi ajaran sufisme, termasuk kritik dari kelompok tertentu.
“Saya prihatin terhadap upaya sebagian pihak, khususnya dari golongan Wahabi, yang menyesatkan ajaran Martabat Tujuh di Nusantara. Padahal ajaran ini memiliki sanad yang sahih hingga Rasulullah SAẈ, melalui tokoh-tokoh sufi Nusantara seperti Abdur Rauf Singkel, Hamzah Fansuri, Syamsuddin Pasai, dan Nuruddin Ar-Raniri,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Prof Abdul Manam, perwakilan dari Jabatan Mufti Sabah, Malaysia, menegaskan pentingnya memahami tarekat secara benar.
“Pandangan yang menyebut tarekat sebagai sesuatu yang menyimpang adalah keliru. Inti dari tasawuf adalah membersihkan hati dan jiwa, yang sesuai dengan nilai-nilai Islam moderat,” jelasnya.
Syekh Rohimuddin Nawawi Al-Jahary Al-Bantany, salah satu tokoh sufi yang hadir, menegaskan bahwa inti dari pertemuan ini adalah untuk memperkokoh keikhlasan dalam ibadah.
“Tujuan utama dari acara ini adalah lillah, yaitu segala sesuatunya dilakukan hanya karena Allah SWT,” ungkapnya.
Dia juga menyoroti bahwa praktik tasawuf saat ini semakin mengedepankan pendekatan kolektif, berbeda dengan praktik individual yang lebih dominan di masa lalu.
Acara ini dihadiri oleh 50 ulama dan tokoh sufi dari berbagai negara, termasuk Indonesia, Malaysia, Kamboja, Filipina, Thailand, dan Singapura.
Para peserta berharap pertemuan ini dapat memperkuat persatuan umat Islam di Asia Tenggara, sekaligus mengokohkan ajaran tasawuf sebagai landasan spiritual untuk memperbaiki akhlak umat.
“Atas nama seluruh peserta, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan berkontribusi atas suksesnya acara ini,” tutup Syekh Rohimuddin.
Acara ini menjadi bukti nyata bahwa ajaran tasawuf tetap relevan sebagai solusi spiritual di tengah tantangan kehidupan modern.