Ahad 12 Jan 2025 09:43 WIB

Benarkah ‘Pagar Laut 30 Kilometer’ Terkait PSN di PIK 2?

Pagar-pagar laut ditemukan di perairan wilayah-wilayah lokasi PSN PIK 2.

Pagar laut dengan latar belakang gedung apartemen PIK 2 terlihat di perairan Pantai Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (10/1/2024).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Pagar laut dengan latar belakang gedung apartemen PIK 2 terlihat di perairan Pantai Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (10/1/2024).

Oleh: Fitriyan Zamzami, M Noor Afilan Choir, Eva Rianti, M Nursyamsi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan yang disebut “pagar laut” sepanjang 30 kilometer di perairan Tangerang memantik rasa penasaran masyarakat Indonesia. Benarkah konstruksi itu terkait dengan Proyek Strategi Nasional (PSN) yang diintegrasikan dalam megaproyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 yang dibangun Agung Sedayu Group? Tim Republik pekan lalu menelusuri pesisir Kabupaten Tangerang untuk mencari tahu. Berikut laporannya.

Baca Juga

Keluar dari kompleks raksasa PIK 2 laiknya turun dari langit ke bumi. Di balik tembok utara wilayah yang serba megah itu, segala macam kontras tampak jelas. Jalan-jalan raya yang jembar di dalam PIK 2 tiba-tiba hanya bisa dilalui dua mobil saling berimpitan begitu keluar portal utara di wilayah Tanjung Pasir, Teluk Naga, Kabupaten Tangerang. Rumah-rumah mewah dan apartemen menjulang berubah jadi petak sempit dengan tembok-tembok dan atap yang keropos. 

Banjir menggenangi sejumlah jalan kampung yang sebagian tak beraspal, sebagian akibat rob, lainnya akibat hujan yang mengguyur sejak Rabu (8/1/2025) malam. Di tepian pantai, makin rusak bangunan-bangunannya. Kapal dan perahu nelayan kebanyakan ditambatkan. Sebagian sudah tak mungkin lagi dipakai berlayar karena rusak parah. 

Dari Tanjung Pasir itu, tim Republika mencoba mencari tahu pasal kehebohan terkait yang disebut di media sosial sebagai “pagar laut 30 kilometer” di perairan Kabupaten Tangerang. Meski ramainya belakangan di sebelah barat Tangerang, dari lokasi tersebut sedianya sengkarut ini bermula. 

Menuju ke laut lepas dari labuhan perahu di wilayah perkampungan Tanjung Pasir bukan perkara mudah. Reklamasi di Teluk Jakarta sudah sedemikian mendangkalkan jalur keluar, nyaris tak bisa dilalui ketika laut surut seperti pada Jumat sore ketika Republika bertolak dari sana. Sang kapten perahu bolak-balik harus turun ke air berjalan kaki mendorong perahu.

Lebih setengah jam baru bisa sampai ke muara menuju laut. Dari tepi laut, perahu bergerak ke arah mentari tenggelam, memutari tanjung kecil dan akhirnya tiba di deretan bambu-bambu. Bentuknya bangunan pagar itu di Tanjung Pasir, persis sama dengan yang dibuat sampai jauh ke barat. 

photo
Penampakan pagar laut di kawasan Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (10/1/2024). - (Republika/Edwin Dwi Putranto)

Ada susunan bambu dilapisi paranet dan bagian atas dari anyaman bambu mengular mulai dari tepian pantai membentuk pagar seluar kira-kira dua kali lapangan sepak bola. Didalamnya, patok-patok bambu disusun seperti kapling-kapling perumahan. Gedung-gedung apartemen dan pohon-pohon kelapa yang disusun rapi di PIK 2 masih terlihat jelas dari pagar bambu di laut tersebut.

Jika sebagian pagar bambu di bagian barat Tangerang masih bisa dinaiki, di Tanjung Pasir tak bisa lagi. Anyaman bambu sudah berantakan dengan paranet yang lepas di sana-sini. Di pokok bambu, saat air surut di sore hari, terlihat kerang-kerang yang sudah menempel.

“Misterius apanya? Kita mah udah tahu itu buat PIK,” kata Adi, seorang nelayan di Tanjung Pasir kepada Republika. Ia meminta disamarkan namanya dengan dalih khawatir diburu aparat. Ia menuturkan, sudah sejak tiga bulan lalu warga Tanjung Pasir mengadukan keberadaan pagar laut tersebut ke aparat keamanan setempat. Tak ada tindakan yang diambil.

Ia kemudian menyampaikan betapa merepotkannya keberadaan pagar laut tersebut. “Biasanya kita berlayar beli lima liter sekarang bisa sampai 15 liter,” ujar dia. Hal ini karena sekarang para nelayan harus memutar jauh jika hendak memancing ke laut lepas. 

Walhasil, ini membuat para nelayan tak bisa juga lebih lama di laut. “Dulu bisa bawa pulang sekitar dua kuintal (200 kilogram) ikan. Sekarang paling 20 kilo,” kata dia. Uang yang bisa dihasilkan para nelayan sebelum ada pagar laut mencapai Rp 150 ribu per hari. Sekarang Rp 25 ribu saja.

Nelayan penjaring ikan juga tak bisa lagi menebar jala di tepian karena dihalangi pagar laut. Tak hanya karena dipagari, menurutnya pengerjaan juga meninggalkan limbah yang membuat ikan kian ogah main di pinggiran. Di Tanjung Pasir, ada sekitar 370 perahu nelayan. Belakangan, tak sedikit nelayan yang kemudian menambatkan perahu mereka, hanya digunakan mengantar wisatawan ke Kepulauan Seribu atau lokasi pemancingan. 

Warga Kampung Pasir, kata Adi, sudah lelah melawan. Mereka juga ketakutan. Ia menuturkan, tak sedikit warga yang berunjuk rasa di masa lalu ditangkap. “Yang terakhir ditangkap karena bela nelayan baru keluar bulan delapan tahun lalu,” ujarnya. 

Sementara itu, menurut warga Tanjung Pasir lainnya, Yani,  pagar laut itu sedianya lebih tepat disebut tanggul. Tanggul tersebut kedepannya akan diuruk. “Bukan pemagaran, nggak ada cerita laut di pagar, sejak kapan laut dipagar? Beda nggak nyambung. Sebenarnya itu pembuatan tanggul dimana tanggul itu adalah batas rehabilitasi yang akan dipekerjakan oleh pengembang,” katanya.  

“Makanya ada relokasi itu jelas bahwa ini tanggul menjulur ke permukaan sekian meter ke sekian meter nah nanti direhab pengerukan dan sebagainya itu area pengusaha, pengembang,” ia menambahkan. 

photo
Nelayan mencari ikan di kawasan Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (10/1/2024). - (Republika/Edwin Dwi Putranto)

Kendati demikian, menurutnya  dampak dari adanya pagar laut bagi nelayan tersebut sebenarnya bisa diperbaiki seperti beralih dari profesi nelayan hingga pembuatan kolam labuh. “Dampak itu bukannya tidak bisa diperbaiki atau direalisasikan karena pengembang dan pemerintah tidak fokus salah satu persoalan satu titik…,” katanya. 

Beda pandangan kedua warga itu jamak di Tanjung Pasir. Sebagian masih memandang dengan sinis pengembangan PIK, lainnya membela. “Jadi percuma kami melawan. Yang dilawan ini tetangga-tetangga sendiri,” ujar salah seorang warga. Bagaimanapun, semua warga dan nelayan sepakat bahwa pagar laut yang muncul belakangan terkait dengan pengurugan untuk perluasan PIK 2 dan PSN. 

Mengular di perairan PSN...

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement