Kamis 23 Jan 2025 19:02 WIB

Hybrid Make-up Diprediksi Menjadi Tren pada 2025

Konsumen di Indonesia dinilai tak lagi mudah terdorong oleh fenomena FOMO.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Make-up (ilustrasi). Hybrid make-up diprediksi akan mengalami perkembangan yang cukup signifikan dan menjadi tren beauty pada 2025.
Foto: Dok. Freepik
Make-up (ilustrasi). Hybrid make-up diprediksi akan mengalami perkembangan yang cukup signifikan dan menjadi tren beauty pada 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hybrid make-up diprediksi akan mengalami perkembangan yang cukup signifikan dan menjadi tren beauty pada 2025. Hal ini diungkap oleh Chrisanti Indiana, Co-founder & CMO Social Bella yang menaungi Sociolla.

Hybrid make-up diartikan sebagai produk make-up yang menawarkan kandungan dan manfaat ganda. Misalnya, foundation yang mengandung tabir surya atau SPF, bedak mengandung serum, lipstik yang mengandung serum, dan lain sebagainya.

Baca Juga

"Menurut data yang kita punya, tahun 2025 trennya akan tetap berlanjut dengan hybrid make-up. Jadi enggak cuma make-up doang tapi juga ada skincare benefitnya. Menurut kami di tahun ini akan semakin banyak produk yang hybrid seperti ini," kata Chrisanti dalam diskusi media di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (23/1/2025).

Chrisanti juga mengungkap kebiasaan konsumen atau beauty enthusiast di Indonesia. Menurut dia, saat ini konsumen di Indonesia tidak lagi mudah terdorong oleh fenomena FOMO (fear of missing out), tetapi lebih mengutamakan apa yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan kulit mereka.

Hal ini tercermin dari data pencarian di platform SOCO App, di mana banyak konsumen yang mencari informasi bahan baku produk kecantikan. "Malah udah enggak banyak yang FOMO. Menurut data di SOCO App, konsumen tuh semakin kritis dan selektif, banyak yang mencari skincare berdasarkan kandungan dan kondisi kulit mereka," kata Chrisanti.

Selain itu menurut Chrisanti, konsumen di Indonesia juga semakin mampu berpikir logis dan realistis. Misalnya, konsumen tidak mudah langsung percaya dengan klaim dari suatu produk, dan memilih untuk mencari review dan memahami kandungannya secara terperinci.

"Jadi kalau misal ada skincare Korea, mereka tuh enggak lagi mikir kalau pake itu kulitnya bakal kayak orang Korea. Tapi mereka udah mikir dan mastiin apakah kandungan di skincare Korea itu beneran cocok dan sesuai kebutuhan atau enggak," kata dia.

Chrisanti menilai, meningkatnya daya kritis konsumen dalam memilih dan membeli suatu produk skincare atau make-up, tak lepas dari semakin banyaknya informasi dan edukasi. "Sekarang media sosial, informasi dari temen-temen media juga itu sangat berperan dalam mengedukasi dan membuat konsumen semakin kritis," kata Chrisanti.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement