Senin 27 Jan 2025 08:19 WIB

Palestina Siap Lawan Rencana Trump Kosongkan Gaza

Seluruh elemn di Palestina menolak pembersihan etnis di Gaza.

Pengungsi Palestina meninggalkan Khan Younis untuk kembali ke Rafah, menyusul gencatan senjata antara Hamas dan Israel, di Jalur Gaza, Ahad, 19 Januari 2025.
Foto: (AP Photo/Jehad Alshrafi)
Pengungsi Palestina meninggalkan Khan Younis untuk kembali ke Rafah, menyusul gencatan senjata antara Hamas dan Israel, di Jalur Gaza, Ahad, 19 Januari 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Berbagai elemen di Palestina menyatakan penolakan keras terhadap rencana Presiden AS Donald Trump mengosongkan Jalur Gaza. Mereka menyatakan akan terus bertahan dan memertahankan wilayah tersebut.

“Jika kami ingin pergi, kami sudah melakukannya sejak lama. Perang genosida yang mereka lakukan tidak akan menghasilkan apa-apa terhadap Palestina dan kami akan tetap bertahan apapun yang terjadi,” kata Elham al-Shabli, warga Gaza kepada Aljazirah.

Baca Juga

Hal senaga disampaikan penduduk Gaza lainnya. “Mustahil bagi masyarakat untuk menerima hal ini,” kata Nafiz Halawa kepada dari Nuseirat, di Gaza. “Yang sakit dan lemah mungkin akan meninggalkan negaranya karena penderitaan yang mereka alami, namun gagasan untuk meninggalkan negara kita dan menyerahkannya kepada orang-orang Yahudi, adalah hal yang mustahil.”

Gerakan Fatah yang tergolong kompromistis juga dengan tegas menolak segala upaya untuk mengosongkan Gaza. “Palestina adalah milik orang-orang Palestina yang tidak akan meninggalkannya,” bunyi pernyataan mereka.

Masyarakat Gaza “tidak akan menyerahkan tanah dan puing-puing rumah mereka, yang sangat mereka nanti-nantikan untuk kembali”. Ia menambahkan bahwa penerapan solusi dua negara dan mengakhiri pendudukan Israel di wilayah Palestina “akan memperluas cakupan perdamaian ke semua negara tetangga dan dunia”.

Kepresidenan Palestina juga mengeluarkan pernyataan serupa. “Kami tidak akan membiarkan terulangnya bencana yang menimpa rakyat kami pada tahun 1948 dan 1967…rakyat kami tidak akan pergi,” kata Kepresidenan  dalam sebuah pernyataan. Ia menambahkan bahwa proyek-proyek semacam itu merupakan “pelanggaran terhadap garis merah yang telah berulang kali kami peringatkan”.

Kantor Media Pemerintah Gaza yang dikuasai Hamas juga mengecam pernyataan tentang “pemindahan warga Gaza ke negara-negara tetangga”, yang dipicu Trump dan digaungkan oleh para pejabat Israel. “Kami menegaskan gagasan ini akan tetap menjadi ilusi belaka di benak mereka yang mengusulkannya, dan ditakdirkan untuk gagal seperti semua rencana sebelumnya dan upaya untuk melakukan pengungsian selama beberapa dekade terakhir,” bunyi pernyataan tersebut.

“Kami memperingatkan agar tidak mengeksploitasi situasi kemanusiaan yang sangat buruk di Gaza, yang disebabkan oleh genosida yang dilakukan oleh pendudukan. Kami menuntut tindakan cepat untuk mengatasi beragam kebutuhan hidup dan kemanusiaan penduduk Gaza dan mempercepat upaya untuk mendapatkan tempat tinggal, bantuan, dan rekonstruksi.”

Kantor tersebut meminta organisasi internasional serta negara-negara Arab dan Islam untuk secara tegas menjunjung tinggi “hak pengungsi untuk kembali dan menerima kompensasi”. “Penting bagi rakyat kami untuk diizinkan menentukan nasib mereka sendiri, membebaskan diri dari pendudukan, dan mendirikan negara merdeka dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya,” katanya.

Usulan Donald Trump bahwa sejumlah besar warga Palestina harus meninggalkan Gaza untuk “membersihkan” seluruh wilayah tersebut telah ditolak oleh sekutu AS di wilayah tersebut dan dianggap berbahaya, ilegal dan tidak dapat dilaksanakan oleh para pengacara dan aktivis.

Presiden AS mengatakan dia ingin ratusan ribu orang pindah ke negara-negara tetangga, baik “sementara atau jangka panjang”. Negara tujuannya bisa mencakup Yordania, yang telah menampung lebih dari 2,7 juta pengungsi Palestina, dan Mesir, tambahnya.

“Saya lebih suka terlibat dengan beberapa negara Arab dan membangun perumahan di lokasi berbeda di mana mereka mungkin bisa hidup damai demi perubahan,” kata Trump kepada wartawan di Air Force One. “Anda berbicara tentang kemungkinan satu setengah juta orang, dan kami hanya membersihkan semuanya dan berkata: 'Anda tahu, ini sudah berakhir.'”

Populasi Gaza sebelum perang adalah 2,3 juta jiwa. Yordania dan Mesir sama-sama telah menegaskan bahwa mereka tidak akan menerima pengungsi dari Gaza. Pada hari Minggu, Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, mengatakan penolakan negaranya terhadap perpindahan warga Palestina adalah “tegas dan tidak tergoyahkan”.

Di Gaza, tidak ada tanda-tanda bahwa orang-orang yang telah mengalami pertempuran selama lebih dari 15 bulan ingin meninggalkan Gaza secara permanen jika gencatan senjata tetap berlaku. Pemindahan penduduk secara paksa merupakan kejahatan perang.

“Untuk 'membersihkan' Gaza segera setelah perang sebenarnya merupakan kelanjutan dari perang, melalui pembersihan etnis masyarakat Palestina,” kata Hassan Jabareen, direktur kelompok hak asasi manusia Palestina Adalah.

photo
400 Hari Genosida di Gaza - (Republika)

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement