Rabu 05 Feb 2025 06:58 WIB

Ombudsman: Libatkan Pengecer dalam Rantai Pasok LPG 3 Kilogram

Ombudsman RI menyoroti penyaluran LPG 3 kg akhir-akhir ini.

Warga antre membeli gas 3 kilogram di Jalan Rajawali, Kota Bandung, Selasa (4/2/2025). Masyarakat beberapa hari terakhir ini kesulitan mendapatkan gas elpiji 3 kg setelah ada aturan yang melarang warung pengecer untuk menjual LPG 3kg.
Foto: Edi Yusuf
Warga antre membeli gas 3 kilogram di Jalan Rajawali, Kota Bandung, Selasa (4/2/2025). Masyarakat beberapa hari terakhir ini kesulitan mendapatkan gas elpiji 3 kg setelah ada aturan yang melarang warung pengecer untuk menjual LPG 3kg.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika memberikan sejumlah saran kepada pemerintah terkait penyaluran LPG 3 kilogram (kg). Salah satunya pelibatan pengecer menjadi salah satu bagian rantai pasok penyediaan LPG 3 kg.

Ombudsman RI menyoroti penyaluran LPG 3 kg akhir-akhir ini yang berpotensi menimbulkan permasalahan layanan publik.

Baca Juga

"Kebijakan yang melarang pengecer atau warung kecil untuk menjual LPG 3 kg dapat menghambat akses masyarakat, terutama di wilayah yang minim pangkalan resmi," kata Yeka di Jakarta, Selasa (4/2/2025).

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 jo Perpres Nomor 70 Tahun 2021, LPG 3 kg hanya diperuntukkan bagi rumah tangga dan usaha mikro. Selain itu, Perpres Nomor 38 Tahun 2019 jo Perpres Nomor 71 Tahun 2021 mengatur LPG 3 kg dapat digunakan untuk kapal penangkap ikan bagi nelayan sasaran dan mesin pompa air bagi petani sasaran.

Yeka memberikan sejumlah saran terkait penyediaan dan penyaluran LPG 3 kg yang lebih baik. Pertama, Ombudsman meminta perbaikan distribusi pangkalan, dengan memastikan penyebaran yang merata di seluruh wilayah. Selanjutnya, Ombudsman mendorong pemerintah untuk melibatkan pengecer dalam rantai pasok LPG 3 kg.

Ombudsman menyoroti pentingnya transparansi serta pengawasan distribusi LPG 3 kg, termasuk memastikan harga tetap terkendali dan ketersediaan LPG selalu aman.

"Pemerintah perlu memastikan langkah-langkah perbaikan dalam penyaluran LPG 3 kg tidak mengganggu ketersediaan dan keterjangkauan bagi masyarakat, khususnya kelompok yang berhak mendapatkan subsidi," ujar Yeka.

Berdasarkan Kepmen ESDM Nomor 37.K/MG.01/MEM.M/2023, rantai pasok penyediaan LPG 3 kg dimulai dari Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi yang menugaskan Badan Usaha Penugasan (Pertamina/SPBE), kemudian disalurkan ke Penyalur LPG Tertentu (agen) dan dilanjutkan ke Sub Penyalur LPG Tertentu (pangkalan).

Namun di dalam praktiknya, setelah dari pangkalan, LPG 3 kg sering kali berlanjut ke pengecer tidak resmi seperti warung/toko kelontong, sebelum akhirnya sampai ke konsumen akhir. Hal ini disebabkan jumlah pangkalan yang terbatas di beberapa daerah, distribusi pangkalan yang tidak merata, hingga keberadaan pengecer lebih dekat dengan pemukiman masyarakat.

“Ombudsman menekankan perlunya mitigasi terhadap dampak kebijakan ini bagi masyarakat. Terutama dalam hal aksesibilitas dan ketersediaan LPG di wilayah yang minim pangkalan,” ucap Yeka.

Masyarakat hingga saat ini tak bisa membeli gas elpiji di toko-toko kelontong karena harus membeli di pangkalan resmi gas LPG 3 kg dengan mengakses laman https://subsiditepatlpg.mypertamina.id/infolpg3kg atau menghubungi call center 135. Bahkan pembeliannya disertai kewajiban membawa fotocopy KTP.

Hal ini merupakan dampak kebijakan Menteri ESDM Bahlil yang melarang penjualan gas melon di pengecer. Bahlil mewajibkan penjualan dilakukan oleh pangkalan resmi.

Kebijakan yang membuat masyarakat menderita ini akhirnya disudahi setelah Presiden Prabowo turun tangan. Kementerian ESDM per hari ini sepakat pengecer boleh menjual gas melon lagi dengan berganti istilah menjadi sub-pangkalan.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement