REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kuasa hukum tersangka MS mendaftarkan permohonan praperadilan bernomor: 1/Pid.Pra/2025/PN Yyk terkait perkara tindak pidana korupsi tentang pengadaan tanah Yayasan Kesejahteraan Karyawan Angkasa Pura I (YAKKAP I) Yakkap 1 di Sindutan, Kabupaten Kulonprogo DIY. Mereka di antaranya menganggap kasus pengadaan tanah YAKKAP I yang melibatkan MS merupakan perkara perdata yang penyelesaiannya ditangani oleh Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Tinggi DIY.
"Maka dari itu, Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta telah salah dalam memaknai perkara pengadaan tanah YAKKAP I sebagai Tindak Pidana Korupsi," tulis Armen Dedi yang mewakili tim Kuasa Hukum MS dalam siaran persnya, Kamis (20/2/2025).
Ia melanjutkan, tim kuasa hukum yang terdiri dari Armen Dedi SH, Tri Pomo M. Yusuf SH, Andi Ashari Makassau SH, MH, CMED, dan Rakha Imadi Fadli, SH, SPT tersebut juga mengemukan bahwa uang sejumlah Rp 1,4 miliar yang ditransfer oleh MS kepada pihak Kejaksaan Tinggi DIY merupakan uang hasil penjualan tanah yang merupakan tanah warisan peninggalan Alm. Muhadi yang merupakan ayah dari MS, bukan merupakan uang dari hasil pengadaan tanah YAKKAP I dan telah sesuai berdasarkan Pasal 833 KUHPerdata.
Menurut tim pengacara, MS merupakan seorang pembeli dan penjual tanah yang beritikad baik dan dilindungi undang-undang, bukan seorang makelar atau perantara sebagaimana yang dituduhkan oleh Kejaksaan Tinggi DIY.
"Perikatan Jual Beli yang melibatkan MS dengan YAKKAP I telah dibuat secara sah karena telah memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata serta dibuat dihadapan Notaris selaku pejabat yang berwenang secara notariil sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan Pasal 1868 KUHPerdata," tulisnya.
Tim Kuasa Hukum juga mempertanyakan mempertanyakan keputusan Kejaksaan Tinggi DIY yang menjadikan Laporan Hasil Audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) yang menyatakan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp 3,29 miliar sebagai surat yang dijadikan dasar terdapat kerugian keuangan negara.
Menurut tim Kuasa Hukum MS, kerugian keuangan negara tersebut harus ditinjau berdasarkan analisis yuridis matang oleh aparat penegak hukum antara perbuatan jahat/perbuatan perdata dengan kerugian keuangan negara yang ditimbul, tidak serta merta menganggap kerugian keuangan negara diakibatkan dari perbuatan pidana korupsi.
"Tim Kuasa Hukum MS berpendapat bahwa Laporan Hasil Audit Kerugian Keuangan Negara Nomor 121/S/XXI/12/2024 tertanggal 23 Desember 2024 dari BPK RI tersebut yang dijadikan dasar oleh Termohon sebagai kerugian keuangan negara dalam Tindak Pidana Korupsi jelas bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara dan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang menekankan kerugian keuangan negara secara langsung berdasarkan APBN/APBD sehingga Nomor 121/S/XXI/12/2024 tertanggal 23 Desember 2024 dari BPK RI tersebut adalah tidak sah."
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kejati DIY) menahan seorang laki-laki berinisial MS terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Kelurahan Sindutan, Kabupaten Kulonprogo dengan kerugian negara mencapai Rp 3,29 miliar. Diterangkan oleh Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY Herwatan bahwa MS ditahan setelah statusnya sebagai saksi naik menjadi tersangka pada tanggal 4 Februari 2025.
"Telah dilakukan penahanan terhadap tersangka MS di Lapas Kelas II A Yogyakarta selama 20 hari mulai 4 Februari 2025," kata Herwatan dalam keterangannya di Yogyakarta. Herwatan mengatakan, MS merupakan makelar atau perantara dalam pengadaan tanah di Sindutan, Kulonprogo yang sumber dananya berasal dari YAKKAP 1.