REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Demonstrasi pengemudi ojek online (ojol) bertajuk "Aksi Ojol 272" yang sebelumnya diprediksi akan diikuti oleh ribuan peserta di kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat pada Kamis (27/2/2025), ternyata hanya dihadiri kurang dari seratus pengemudi. Aksi turun ke jalan diinisiasi oleh Asosiasi Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia, Garda Indonesia.
Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono menyampaikan, demonstrasi itu berkaitan dengan tarif ojol, potongan biaya aplikasi, serta beberapa tuntutan lainnya. Igun diketahui memiliki latar belakang yang beragam, mulai pengemudi ojol hingga terlibat dalam bisnis batu bara dan sawit.
Beberapa isu utama yang sering diangkat demo ojol adalah meliputi penetapan tarif dasar yang adil, potongan biaya aplikasi, kebijakan insentif dan promosi, serta tuntutan mendapatkan tunjangan hari raya (THR). Isu menuntut untuk diangkat sebagai pekerja tetap juga tak ketinggalan disuarakan.
Sebelumnya, Ketua Presidium Koalisi Ojol Nasional (KON) Andi Kristiyanto menyampaikan, ada kesan pihak yang menyerukan agar off-bid atau berhenti beroperasi seharian dalam aksi ini, hanya klaim sepihak. Aksi itu tidak didukung oleh rekan-rekan ojol dari berbagai komunitas.
"Dengan fakta tersebut, kawan-kawan ojol juga meragukan kredibilitas pihak tersebut, yang diduga memanfaatkan ojol untuk kepentingan pribadinya, tidak ada manfaatnya buat kawan-kawan ojol dan bahkan bisa merusak citra ojol yang bisa berakibat menurunnya kepercayaan masyarakat pengguna jasa terhadap ojol, dan tentunya seruan tersebut merugikan kawan-kawan ojol," ucap Andi.
Ahli hukum ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Anwar Fadilah pada 2024, menyatakan, pengemudi ojol memang berstatus sebagai mitra. Sehingga mereka statusnya bukan pekerja tetap.
"Menjadikan pengemudi sebagai pekerja tetap berarti mengubah secara fundamental model bisnis platform transportasi daring. Hal ini akan berdampak luas, baik dari sisi hukum maupun ekonomi. Indonesia akan dihadapkan pada jutaan mitra ojol ini akan kehilangan sumber pendapatan," ucap Anwar.
Pakar ketenagakerjaan Universitas Indonesia Prof Payaman Simanjuntak juga menekankan, pekerja ekonomi gig sebaiknya diberikan perlindungan sosial yang sesuai dengan karakteristik fleksibilitas pekerjaan. Mereka jangan dipaksa masuk dalam sistem ketenagakerjaan konvensional yang dapat mengurangi daya saing industri.