REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Mariano Grossi pada Senin (3/3/2025) mengungkapkan bahwa, Iran saat ini mengalami lonjakan produksi uranium di level 60 persen. Iran diprediksi bisa meningkatkan pengayaan uraniumnya ke level bom nuklir atau 90 persen dan mampu memproduksi enam bom nuklir dalam waktu yang cepat.
"Merujuk laporan terkahir saya, stok uranium U-235 Iran meningkat hingga 60 persen persen telah bertambah 275 kilogram, naik 182 kilogram dalam tiga bulan terakhir. Iran satu-satunya negara non-nuklir yang melakukan pengayaan uranium pada level ini, membuat saya sangat khawatir," kata Grossi dalam sebuah pernyataan dikutip Anadolu.
Grossi mengekspresikan "kekhawatiran serius" atas masalah keamanan yang tidak teratasi, dan menekankan pentingnya mengatasi masalah keamanan itu sehingga mereka bisa percaya diri bahwa program nuklir Iran "hanya untuk perdamaian".
Pada Maret 2023, Iran dan IAEA sepakat untuk memperkuat kerja sama, menegaskan pada masalah-masalah keselamatan penting, dan mempersilakan jalan pada tindakan verifikasi sukarela, yang detailnya akan difinalisasi pada sebuah pertemuan teknis. Lalu dalam keterangan persnya, Senin, Grossi mengatatakan, "Kami selalu menawarkan kepada Iran jalan untuk membersihkan catatannya jika mereka yakin ada keraguan di sana. Seingga, saya berharap tahun ini membawa kami lebih dekat pada kejelasan. Saya percaya ini diperlukan di tengah ketegangan internasional saat ini; kita harus kembali ke jalan yang benar."
Berdasarkan laporan Jerusalem Post, Senin, merujuk pada laporan Israel dan Amerika Serikat, Iran bahkan berpotensi memproduksi bom nuklir dalam jumlah lebih banyak dari perkiraan IAEA, khususnya jika Iran memutuskan untuk memproduksi bom-bom dalam ukuran lebih kecil. Lonjakan produksi uranium Iran dilaporkan sebagai respons terhadap IAEA yang mengutuk pelanggaran perjanjian nuklir pada November 2024.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei sejauh ini memberi sinyal keengganan untuk percaya dan bernegosiasi dengan pemerintahan Donald Trump terkait isu nuklir. Khamenei mengatakan, bahwa aksi penarikan AS dari perjanjian nuklir antara Iran dan Barat pada 2018 mendiskualifikasi Trump sebagai rekan negosiasi yang bisa dipercaya.
Seiring dengan penolakan negosiasi terkait nuklir dari Khamenei, Israel terus menebar ancaman akan menyerang fasilitas nuklir Iran. Namun, hingga kini, Tel Aviv belum mendapatkan 'lampu hijau' dari Washington, meski beberapa laporan media barat mengklaim Israel akan melancarkan serangan pada periode enam bulan pertama pada 2025.