REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang tak setuju dengan penerapan hukuman mati terhadap para koruptor sudah sesuai dengan hukum positif di Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan, hukuman mati terhadap koruptor hanya dapat dijatuhkan apabila dalam situasi-situasi yang khusus.
“Apa yang dikatakan oleh Presiden Prabowo mengenai hukuman mati bagi tindak pidana korupsi, itu benar dilihat dari segi hukum positif yang berlaku,” kata Yusril dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sekasa (8/4/2025).
Yusril menerangkan Undang-undang (UU) Tindak Pidana Korupsi 20/2001 yang selama ini menjadi acuan menghukuman terhadap pelaku korupsi memang membuka peluang penjatuhan hukuman mati.
Akan tetapi, Yusril menerangkan, penjatuhan hukuman mati dalam UU Tipikor tersebut hanya dapat diterapkan dalam keadaan tertentu. “Keadaan-keadaan yang luar biasa itu, seperti keadaan perang, krisis ekonomi, maupun bencana nasional yang sedang terjadi,” ujar Yusril.
Meskipun begitu, Yusril menerangkan praktik penjatuhan hukuman mati dalam keadaan yang luar biasa tersebut, pun hingga saat ini belum pernah terjadi.
Lagi pula, kata Yusril, penjatuhan hukuman mati tersebut, pun saat ini menuju ke jalan yang semakin sulit. Karena, kata Yusril, Indonesia saat ini dalam masa peralihan pemberlakuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional 2026.
Dalam kitab hukum induk pidana tersebut, hukuman pidana mati tak serta merta dapat dilakukan. Melainkan harus melalui tahapan selama 10 tahun bagi terpidana untuk dapat memperbaiki diri di dalam penjara.
View this post on Instagram