REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Polresta Sleman baru-baru ini mengungkap dua kasus besar yang menjadi perhatian publik. Kedua kasus tersebut adalah tindak pidana kekerasan terhadap anak dan pemerasan serta perampasan kemerdekaan seseorang.
Unit PPA Satreskrim Polresta Sleman berhasil mengungkap kasus kekerasan terhadap anak perempuan berusia 4 tahun asal Bantul. Kejadian ini terjadi pada Rabu, 26 Maret 2025, di sebuah kost di Purwomartani, Kalasan, Sleman. Korban, yang merupakan anak tiri pelaku, mengalami kekerasan fisik yang berujung pada operasi kandung kemih akibat hantaman benda tumpul.
Pelaku, berinisial FR (37), seorang perempuan asal Tridadi, Sleman, mengaku melakukan kekerasan terhadap korban karena merasa jengkel saat korban rewel. Kekerasan dilakukan secara sadar ketika ayah korban tidak berada di rumah. Pelaku bahkan memberikan alasan palsu kepada suaminya, mengatakan bahwa korban jatuh terpeleset.
Korban sempat dirawat di ruang ICU RS PDHI, dan dalam kondisi sadar, korban mengungkapkan, "Ibu jahat, ibu jahat," yang memperkuat dugaan kekerasan.
"Fakta menunjukkan bahwa kekerasan telah berlangsung sejak tahun 2024, dengan beberapa tindakan yang membahayakan korban, hingga akhirnya berujung pada operasi," kata Kasatreskrim Polresta Sleman, AKP Riski Adrian, Kamis (17/4/2025) lalu.
Pelaku saat ini ditahan di Lapas Khusus Wanita di Wonosari, Yogyakarta. Ia dijerat Pasal 80 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman yang tegas.
Kasus kedua melibatkan dua tersangka, BAP alias S (24) dan KKP alias K (28), yang memeras dan merampas kemerdekaan WK (55), seorang PNS asal Mlati, Sleman. Korban berkenalan dengan pelaku melalui media sosial, bertukar kontak WhatsApp, dan diajak bertemu untuk berbuka puasa bersama pada Jumat, 21 Maret 2025. Saat bertemu, korban dibawa ke mobil oleh pelaku yang mengaku sebagai polisi bertugas di Polres Bantul. Korban kemudian disekap di bagasi mobil selama empat hari lima malam.
Pelaku menggunakan ponsel korban untuk mengirim pesan ancaman kepada keluarga korban, meminta uang tebusan sebesar Rp 50 juta. Keluarga korban akhirnya mentransfer Rp 1 juta karena merasa terancam. Pelaku bahkan melakukan kekerasan fisik untuk memaksa korban memberikan informasi pribadi seperti PIN ATM dan data bank.
Satreskrim Polresta Sleman berhasil mengamankan para tersangka yang berencana menyewa mobil menggunakan identitas korban untuk melarikan diri ke Lampung. Barang bukti berupa pistol korek api, pisau badik, tali, lakban, identitas palsu, dan berbagai barang milik korban turut diamankan.
AKP Riski Adrian menegaskan bahwa kedua tersangka dijerat Pasal 368 KUHP dan/atau Pasal 333 KUHP tentang tindak pidana pemerasan dan perampasan kemerdekaan, dengan ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara.