REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polda Metro Jaya dan organisasi kepolisian internasional (international criminal police organization/Interpol) berkoordinasi untuk menelusuri jejak saham dan uang yang diinvestasikan para korban di sebuah situs investasi fiktif buatan tersangka berinisial YCF dan SP. Hal itu karena penipuan melibatkan pelaku dari Malaysia.
Direktur Siber Polda Metro Jaya Kombes Roberto GM Pasaribu menyebutkan, uang yang diinvestasikan para korban masih berbentuk aset kripto. Sehingga perlu kerja sama dengan Interpol untuk menelusuri jejak perginya saham itu.
"Jadi, seluruh rekening perusahaan (investasi bodong) tersebut, ketika menerima uang dari korban ini langsung diubah ke dalam aset kripto dan dikirimkan ke beberapa penukar di luar negeri. Ini masih memerlukan bantuan dari pihak-pihak terkait, termasuk Interpol," kata Roberto di Mapolda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Jumat (2/5/2025).
Adapun modus dari penipuan dalam jaringan (online scammer) yang dilakukan YCF dan SC dengan cara membuat situs (website) fiktif yang mencerminkan keadaan nyata (realtime) dari pasar saham untuk mengelabui korban agar berinvestasi di situs tersebut. Roberto menyebut, para korban bisa melihat naik turunnya harga saham bahkan nilai bitcoin (untuk transaksi kripto) di situs tersebut sehingga korban makin percaya.
"Misalnya bitcoin itu nilai rupiah atau nilai dolarnya berapa. Itu sama yang ditampilkan aplikasi-aplikasi lain. Nah inilah yang membuat para korban merasa yakin," kata Roberto.
Selain itu, ketika memasuki situs saham fiktif itu, para korban juga diarahkan melalui konferensi video oleh seorang yang seolah-olah nyata. Namun, ternyata video itu adalah kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Laporan para korban yang masuk, termasuk di Polda Metro Jaya, kerugian delapan orang korban mencapai Rp 18,3 miliar lebih. "Saat ini yang teridentifikasi di Polda Metro Jaya ada tiga laporan polisi, kemudian ada penambahan juga dari jajaran Polres sebanyak tiga. Kemudian ada dari Polda Jawa Timur dan Polda DIY masing-masing satu," kata Roberto.
Atas perbuatan kedua pelaku disangkakan Pasal 45 A ayat 1 juncto Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Tersangka juga dijerat dengan pasal 378 KUHP dan atau pasal 3, pasal 4, dan pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).