Kamis 08 May 2025 06:40 WIB

Kejagung Tetapkan Pensiunan Bintang Dua Tersangka Korupsi Satelit di Kemenhan

Kasus korupsi pengadaan satelit merugikan negara sekitar Rp 300-an miliar pada 2016.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Erik Purnama Putra
Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Laksda (Purn) Leonardi (LNR) sebagai tersangka korupsi proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur (BT) di Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Rabu (7/5/2025). Penyidikan koneksitas oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil) tersebut juga menjerat dua warga negara asing sebagai tersangka.

Mereka adalah Anthony Thomas van Der Hayden (ATVDH) dan Gabor Kuti (GK) sebagai tersangka terkait kasus korupsi yang merugikan negara setotal 21,38 juta dolar AS atau sekitar Rp 300-an miliar pada 2016. Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung Brigjen Andi Suci menerangkan, Laksda LNR dijerat tersangka atas perannya sebagai Kepala Badan Sarana Pertahanan (Kabaranahan) Kemenhan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Baca Juga

Adapun tersangka ATVDH merupakan tenaga ahli satelit pada Kemenhan. Sedangkan tersangka GK, merupakan warga Hungaria yang ditetapkan tersangka atas perannya sebagai CEO Navayo Internasional AG.

"Bahwa tim penyidik koneksitas Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer menetapkan ketiga orang tersangka tersebut dalam perkara koneksitas, terkait dengan adanya tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan user terminal untuk Satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur pada Kementerian Pertahanan 2016," kata Andi saat konfrensi pers di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (8/5/2025) dini hari WIB.

Andi menerangkan, tindak pidana yang menjerat ketiga tersangka menyangkut soal perjanjian dalam penyediaan terminal dan layanan, serta peralatan pendukungnya.

Perjanjian itu diteken antara Kemenhan dan Navayo International AG.

"Tindak pidana yang dimaksud terkait dengan pelaksanaan pengadaan berdasarkan agreement for the provision of user terminals, and related service and equipment antara Navayo Internatioanl AG dengan Kementerian Pertahanan pada tanggal 1 Juli 2016, berikut equipment nomor satu, to the agreement for the provisionl of user terminals and related service and equipment tanggal 15 September 2016 pada Kementerian Pertahanan," ujar Andi.

Menurut Andi, duduk perkara koneksitas itu berawal dari kesepakatan kontrak Kemenhan melalui peran dari tersangka Laksda LNR dengan Navayo International AG. Disebutkan sebagai PPK, Laksda LNR mengikat kontrak dengan GK selaku CEO dari perusahaan yang berbasis di Hungaria tersebut pada 1 Juli 2016.

"Perjanjian tersebut untuk penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan yang terkait senilai 34,1 juta USD," ujar Andi. Namun kesepakatan tersebut berubah nilai menjadi 29,9 juta dolar AS.

Tetapi, kata Andi, kesepakatan antara Laksda LNR dan Navayo International ditandatangani tanpa adanya ketersediaan anggaran di Kemenhan. Kesepakatan dengan Navayo International itu berasal dari penunjukkan sebagai pihak ketiga yang dilakukan tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa.

"Di mana diketahui juga bahwa pihak Navayo International AG juga merupakan rekomendasi aktif dari tersangka ATVDH," kata Andi. Selanjutnya, sambung dia, dari kesepakatan dengan Laksda LNR tersebut, Navayo International mengeklaim telah melakukan dan merealisasikan kontrak.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement