REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jelang keberangkatan calon jamaah haji ke Tanah Suci, banyak yang menyebut "Semoga mendapat haji mabrur". Sebenarnya, istilah haji mabrur tidak dijumpai dalam Alquran.
Kata mabrur baru dijumpai dalam salah satu hadis Rasulullah SAW yang bermakna haji yang sempurna. Seperti riwayat Abu Hurairah RA, Nabi Muhammad SAW suatu kali pernah ditanya perihal amalan yang paling utam menurut beliau.
Kesempatan berhaji merupakan dambaan setiap Muslim. Jangankan mereka yang belum pernah sama sekali berziarah ke Tanah Suci. Orang yang sudah sekali atau dua kali menunaikannya pun ingin pergi lagi ke Baitullah.
Itulah bentuk kerinduan yang timbul dari keimanan seseorang. Maka, berbahagialah mereka yang dimampukan Allah SWT untuk mengerjakan rukun Islam kelima secara sempurna.
Level yang ingin dicapai setiap Mukmin adalah haji mabrur. Istilah itu dapat dimaknai sebagai diterimanya ibadah haji seseorang oleh Allah Ta’ala. Bila amalan ditolak-Nya, sungguh sia-sia saja.
Balasan surga
Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidak ada balasan bagi haji yang mabrur kecuali surga.” Karena itu, kemampuan untuk berhaji saja tidak cukup. Seorang jamaah mesti memantapkan hati dan pikirannya agar tulus ikhlas beramal demi ridha Allah SWT.
Kata al-birr yang darinya berasal mabrur berarti ‘ketaatan.’ Secara sederhana, orang yang mabrur dalam berhaji akan selalu terpanggil hatinya untuk lebih taat kepada Allah. Kalau sepulangnya dari Tanah Suci ia masih gemar bermaksiat, maka patut diragukan kesempurnaan ibadah haji yang dilakukannya.
