Senin 19 May 2025 09:33 WIB

IHSG Berpotensi Lanjut Menguat, Suku Bunga dan Rebalancing MSCI Jadi Pemicu

Sinyal kuat penguatan IHSG muncul seiring stabilnya rupiah dan penurunan bunga.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
IHSG berpeluang kembali menguat pada perdagangan pekan ini, ditopang oleh dua katalis utama, yakni arah suku bunga Bank Indonesia (BI) dan rebalancing Indeks MSCI.
Foto: Republika/Prayogi
IHSG berpeluang kembali menguat pada perdagangan pekan ini, ditopang oleh dua katalis utama, yakni arah suku bunga Bank Indonesia (BI) dan rebalancing Indeks MSCI.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang kembali menguat pada perdagangan pekan ini, ditopang oleh dua katalis utama, yakni arah suku bunga Bank Indonesia (BI) dan rebalancing Indeks MSCI. Pada penutupan perdagangan Jumat (16/5/2025), IHSG naik 0,94 persen atau bertambah 66,36 poin ke level 7.106,52. Sepanjang sepekan, indeks mencatatkan kenaikan signifikan sebesar 2,60 persen.

"Indeks berhasil bertahan di atas level psikologis diiringi masuknya kembali investor asing secara masif lebih dari Rp 5 triliun. Hal ini patut dicermati lebih lanjut apakah aksi beli asing akan berlanjut pekan ini," ujar Community & Retail Equity Analyst Lead PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Angga Septianus, dalam keterangan pada Senin (19/5/2025).

Baca Juga

Ia menegaskan, korelasi antara arus dana asing dan IHSG cukup erat. "Sehingga trader dapat memanfaatkan momentum kenaikan ini," tegas Angga.

Menurut Angga, penguatan IHSG dalam sepekan terakhir ditopang oleh dua indeks sektoral dengan kinerja tertinggi, yakni IDX Infra dan IDX Energy. IDX Infra terdorong lonjakan saham BREN, seiring isu IPO anak usaha TPIA, yakni CDI. Sementara itu, IDX Energy naik karena saham-saham batu bara seperti ADRO dan PTBA turut menguat seiring meredanya tensi perang dagang global.

Meski demikian, tekanan masih datang dari sektor teknologi. "IDX Techno masih membebani IHSG sebagai kontributor penurunan utama karena penurunan saham GOTO, seiring dibantahnya kabar merger GRAB dan GOTO," kata Angga.

Memasuki pekan perdagangan 19–23 Mei 2025, Angga menyebut dua katalis kunci yang perlu dicermati pelaku pasar, yaitu keputusan suku bunga BI dan rebalancing MSCI. Para trader wajib mencermati keputusan suku bunga BI pada Rabu pekan ini yang diprediksi tetap atau bertahan. "Namun demikian, probabilitas penurunan suku bunga mulai terbuka kembali seiring penguatan nilai tukar rupiah dan lemahnya daya beli dalam negeri," jelasnya.

Ia menambahkan, rebalancing MSCI juga berpotensi memberi dorongan tambahan bagi IHSG, terutama karena bobot portofolio asing terhadap IHSG saat ini masih jauh di bawah bobot acuan MSCI. "Rebalancing ini akan menjadi katalis tambahan untuk pergerakan IHSG ke depan," ujar Angga.

IPOT merekomendasikan sejumlah saham unggulan sebagai respons terhadap dinamika pasar tersebut, yang bisa dibeli menggunakan fitur Booster Modal dari IPOT. Selain itu, IPOT juga memperkenalkan IPOT Bond, platform investasi obligasi ritel dengan harga lebih kompetitif.

Salah satu rekomendasi saham adalah PTBA dengan harga beli di Rp 2.860 dan target harga Rp 3.000. "PTBA berhasil menembus resistensi diimbangi volume dan diiringi akumulasi. Selain karena kesepakatan penurunan tarif impor antara China dan AS, permintaan batu bara Indonesia pada April 2025 mulai membaik dibandingkan tiga bulan pertama tahun ini," papar Angga.

Rekomendasi lainnya yakni TINS dengan harga masuk Rp 1.175 dan target Rp 1.250. "TINS telah memperoleh arahan dari Holding BUMN Industri Pertambangan alias MIND ID selaku pemegang saham untuk mempercepat pengembangan elemen tanah jarang (rare earth element/RRE) dan proses hilirisasi," tambahnya.

Untuk sektor telekomunikasi, IPOT merekomendasikan TLKM di harga Rp 2.740 dengan target Rp 2.860. "Asing mencatatkan aksi beli bersih Rp 73 miliar seiring meredanya ketegangan perang dagang AS dan China yang dapat mempengaruhi perdagangan global," kata Angga.

Sebagai alternatif diversifikasi investasi berisiko rendah, IPOT menyarankan pembelian obligasi FR0059 melalui IPOT Bond. "Obligasi dapat menjadi pilihan diversifikasi investasi berisiko rendah seiring outlook suku bunga yang diperkirakan menurun. Jika suku bunga turun, maka harga obligasi cenderung menguat," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
قَالَ يٰقَوْمِ اَرَءَيْتُمْ اِنْ كُنْتُ عَلٰى بَيِّنَةٍ مِّنْ رَّبِّيْ وَرَزَقَنِيْ مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا وَّمَآ اُرِيْدُ اَنْ اُخَالِفَكُمْ اِلٰى مَآ اَنْهٰىكُمْ عَنْهُ ۗاِنْ اُرِيْدُ اِلَّا الْاِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُۗ وَمَا تَوْفِيْقِيْٓ اِلَّا بِاللّٰهِ ۗعَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَاِلَيْهِ اُنِيْبُ
Dia (Syuaib) berkata, “Wahai kaumku! Terangkan padaku jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan aku dianugerahi-Nya rezeki yang baik (pantaskah aku menyalahi perintah-Nya)? Aku tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku larang darinya. Aku hanya bermaksud (mendatangkan) perbaikan selama aku masih sanggup. Dan petunjuk yang aku ikuti hanya dari Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya (pula) aku kembali.

(QS. Hud ayat 88)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement