Kenapa Pakaian Ihram tidak Berjahit? Apa Hikmahnya?
SAJADA.ID--Pakaian ihram laki-laki terdiri dari dus lembar kain yang tidak berjahit. Warna tidak menjadi prinsip, tetapi yang menjadi prinsip ialah tidak berjahitnya itu.
Hal ini dimaksudkan supaya pemakainya melepaskan diri dari sifat. Sifat buruk yang lekat pada dirinya, seperti merasa bangga, suka pamer kemewahan, sombong atau takabur. Betapapun mahalnya bahan pakaian kalau hanya diselendangkan saja pada badannya tidak akan mempunyai nilai kemewahan, tetapi jika sudah dijahit menjadi baju jas misalnya, maka barulah mempunyai arti untuk sebuah kemewahan.
Tujuan lebih jauh ialah agar timbul rasa merendahkan diri dan hina di hadapan Tuhannya, dan rasa tidak memiliki apapun serta kekuatan apapun bagaikan bayi yang hanya dikenakan kain yang tidak berjahit, kecuali kain popok.
Pakaian ihram juga mengingatkan pemakainya bahwa ketika lahir tidak seutas benangpun yang lekat di badannya dan kelak ketika meninggal dunia maka pakaian yang melekat di badannya hanya kain putih yang tak berjahit sebagai pembungkusnya.
Kemewahan pakaian dapat membangkit-kan sikap hidup arogan atau sombong, yang pada akhirnya akan menjauhkan diri dari orang lain, tidak mau bergaul dengan orang lain, tidak mau mendengarkan apa kata orang dan lebih celaka lagi kalau tidak mau mendengarkan Firman Allah atau Sabda Rasulullah SAW.
Sikap hidup yang demikian itulah yang membawa dirinya ke jurang kehancuran. Bukankah iblis diadzab Allah karena kesombongan, juga Namrudz, Fir'aun, dan Qarun.
Berpakaian seperti yang ditentukan dalam rangka Ibadah Haji atau Umrah memberikan sentuhan-sentuhan yang lembut pada hati seseorang, sehingga dia sadar bahwa kesombongan itu akan berakhir pada kehancuran. Jika seseorang jatuh karena kesombongannya, maka sorak-sorai orang banyak akan ditujukan kepadanya dengan caci maki dan berbagai kutukan.
Dalam sebuah Hadits Qudsy Allah berfirman: "Wahai manusia sesungguhnya engkau kelaparan, Aku-lah yang memberimu makan. Sesungguhnya engkau telanjang. Aku-lah yang memberi pakaian".
Pada dasarnya mengenakan pakaian ihram adalah menanggalkan perhiasan dunia, yang penuh gemerlap dan cobaan. Allah berfirman:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَوةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَابِ . (ال عمران (١٤) .
"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah sebaik-baik tempat kembali." (QS. Ali Imran: 14)
Mengenakan pakaian ihram merupakan ketentuan yang harus dipatuhi oleh orang-orang yang menunaikan ibadah haji atau umrah, juga memiliki makna bagi pendidikan rohani, yaitu hakikat manusia itu. Allah hanya melihat iman, amal dan taqwa seseorang tanpa membedakan identitas dan strata sosial. Dalam hadits Rasulullah dijelaskan,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ . (رواه مسلم)
"Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada identitas (sosial) dan tidak pula kepada hartamu, akan tetapi Allah melihat hati kamu dan amal-amalan kamu." (HR. Muslim)
Dan dalam firman Allah SWT.,
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ . (الحجرات (۱۳)
"Sesungguhnya orang-orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa di antara kamu." (QS. Al-Hujurat : 13)
Perjalanan haji merupakan perjalanan yang mulia dan suci di hadapan Allah SWT, karena tujuan perjalanan itu sendiri demikian suci, yakni akan menjadi tamu Yang Maha-suci dan dilaksanakan di tempat yang suci, yakni Makkah Al-Mukarramah.
Oleh karena itu, orang yang berihram sebenarnya sedang menyucikan dirinya dari berbagai hal yang dilarang. Sikap suci ini harus dimiliki oleh orang-orang yang akan bertamu kepada Allah SWT. di Tanah Haram. Orang kafir tidak diperbolehkan memasuki kawasan itu. Firman Allah SWT.:
.. إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الحرام ... (التوبة (٣٨)
"...sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram...." (QS. At-Taubah: 28)

Orang musyrik (kafir) yang kotor hatinya, karena tidak beriman, tidak pantas berdekatan dengan Allah SWT, di rumah Allah. Orang yang datang ke rumah Allah (Baitullah) adalah orang yang suci hatinya dan penuh keimanan dan ketaatan kepada Allah.
(Syahruddin/sajada.id)