Rabu 21 May 2025 08:45 WIB

CCS Bukan Sekadar Pendukung, Kini Jadi Bisnis Utama di Industri Energi

Transformasi CCS dari teknologi pendukung jadi ladang bisnis baru transisi energi.

Rep: Frederikus Dominggus Bata / Red: Gita Amanda
Syarat utama untuk menjaga keberlanjutan industri migas adalah dengan menerapkan teknologi Carbon Capture Storage (CCS). (ilustrasi)
Foto: Freepik
Syarat utama untuk menjaga keberlanjutan industri migas adalah dengan menerapkan teknologi Carbon Capture Storage (CCS). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Sejumlah pelaku industri minyak dan gas bumi (migas) melihat adanya peningkatan kebutuhan energi fosil di tengah proses transisi menuju energi bersih. Oleh karena itu, mereka menilai syarat utama untuk menjaga keberlanjutan industri migas adalah dengan menerapkan teknologi Carbon Capture Storage (CCS).

Executive Vice President & CEO Upstream PETRONAS, Mohd Jukris Abdul Wahab, menuturkan fokus PETRONAS saat ini memang pada pengembangan portofolio bisnis hulu migas. Namun, fondasi penerapan CCS juga mulai dibangun. Bahkan, CCS tak hanya menjadi pendukung bisnis hulu migas, tetapi juga diarahkan sebagai bisnis tersendiri. Menurutnya, CCS memiliki peluang bisnis yang cukup besar di masa depan.

Baca Juga

“Kami memiliki strategi transisi energi yang jelas di PETRONAS. Prioritas kami adalah pada dekarbonisasi. CCS menjadi solusi yang efisien dan merupakan bagian dari agenda transisi energi kami. Khusus untuk CCS, kami memutuskan menjadikannya sebagai bisnis tersendiri,” ungkap Jukris dalam sesi Global Executive Talk di ajang IPA Convex 2025, Selasa (20/5/2025).

PETRONAS sendiri telah memiliki proyek hub CCS dengan menggandeng beberapa mitra dari Jepang, Korea Selatan, dan Singapura, untuk menjadikan Malaysia sebagai tempat penyimpanan CO2. Namun, Jukris mengakui tantangan utama dalam penerapan CCS adalah biaya yang masih tinggi.

“Biaya menjadi tantangan utama—karena mencakup proses penangkapan CO2, transportasi, pemrosesan, dan penyimpanan di lepas pantai. Jadi, yang sedang kami fokuskan sekarang adalah membangun kerangka komersial yang kuat di tiap tahapan agar secara ekonomi tetap layak,” ujarnya.

President Director PT Medco Energi Internasional Tbk (MedcoEnergi), Hilmi Panigoro, mengakui bahwa kehadiran CCS sangat penting di era transisi energi, terlebih di sektor migas. Ia tidak menampik bahwa tantangan dalam penerapan CCS adalah kebutuhan biaya yang besar. Namun, ia memastikan bahwa dengan perkembangan teknologi, biaya bisa ditekan, sehingga Medco tidak akan ragu mengimplementasikan CCS.

“Tentu ini soal pertimbangan biaya dan manfaat. Kami akan pasang sistem untuk mengurangi CO₂ selama biaya masih masuk akal dan proyeknya tetap layak secara ekonomi,” ujar Hilmi dalam keterangannya di ICE BSD, Tangerang, dikutip Rabu (21/5/2025).

Managing Director and CEO Mubadala Energy, Mansoor Mohamed Al Hamed, menjelaskan bahwa dengan adanya transisi energi, strategi perusahaan kini lebih membidik pengembangan gas. Menurutnya, strategi tersebut sejalan dengan road map ketahanan energi Indonesia. Karena itu, sangat tepat jika Mubadala Energy menjadikan Indonesia sebagai salah satu portofolio investasinya.

Mubadala Energy saat ini tengah menjadi sorotan dalam industri migas Tanah Air setelah menemukan cadangan gas signifikan di sumur eksplorasi Layaran-1 dan Tangkulo-1 di Wilayah Kerja South Andaman, dengan potensi multi-TCF. Mubadala Energy juga telah mengumumkan penemuan gas di Andaman II, di mana Harbour Energy menjadi operatornya.

“Kami fokus pada rantai nilai gas, karena ini adalah elemen penting bagi ketahanan energi, terutama di kawasan ini (Indonesia). Kami telah menemukan sumber daya besar yang penting bagi ketahanan energi nasional dan sejalan dengan agenda transisi energi kami,” jelas Mansoor.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement