REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Taaruf online kini banyak bermunculan seiring perkembangan teknologi. Namun dalam prosesnya, penting untuk memastikan calon laki-laki dan perempuan tidak terjebak dalam ikhtilat, yaitu percampuran bebas yang rawan menjerumuskan pada pelanggaran syariat.
Pendakwah sekaligus founder Rumah Fikih Indonesia, Ustadz Ahmad Sarwat, mengatakan ada sejumlah panduan yang penting diperhatikan agar terhindar dari ikhtilat. Pertama, komunikasi harus memiliki tujuan yang jelas yakni menggali informasi penting terkait kesiapan kedua belah pihak untuk menikah.
"Obrolan yang tidak relevan, seperti basa-basi berlebihan, candaan, atau topik yang menjauh dari niat awal taaruf, sebaiknya dihindari. Interaksi harus bersifat serius dan terarah," kata Ustadz Ahmad Sarwat saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (17/6/2025).
Melibatkan pihak ketiga menjadi keharusan dalam proses perkenalan. Menurut Ustadz Ahmad, komunikasi awal idealnya dilakukan melalui perantara yang dapat dipercaya, seperti wali, mahram, ustaz, ustazah, atau admin aplikasi khusus taaruf.
Saat komunikasi berlanjut secara langsung, keberadaan mahram yang mengetahui atau mendampingi isi percakapan menjadi pengaman dari fitnah. Beberapa aplikasi bahkan telah menyediakan fitur grup atau pengawasan agar proses tetap transparan.
Dari sisi adab, prinsip menjaga pandangan (ghadhul bashar) wajib diterapkan, termasuk ketika menggunakan video call. Perempuan dianjurkan tetap berhijab syar'i dan menghindari melunakkan suara atau berbicara manja yang dapat membangkitkan syahwat.
"Jaga juga lisan dari perkataan yang tidak pantas, rayuan, godaan, atau ucapan manis yang dapat membuka pintu fitnah. Fokus pada komunikasi yang serius dan profesional," kata dia.
Pembatasan durasi dan intensitas komunikasi menjadi langkah penting agar celah godaan setan dapat diminimalkan. Komunikasi yang berlangsung terlalu lama tanpa urgensi syar'i berpotensi menggiring pada maksiat. Oleh karena itu, setiap percakapan sebaiknya difokuskan untuk membahas hal-hal penting, mulai dari pemahaman agama, komitmen ibadah, visi pernikahan, hingga kondisi keluarga dan pekerjaan.
Ustadz Ahmad menekankan bahwa taaruf online sejatinya hanya sebagai jembatan awal. Bila dirasa ada kecocokan, proses harus segera dilanjutkan ke tahap pertemuan langsung (nadzhar) dengan pendampingan mahram, lalu berlanjut ke khitbah atau lamaran yang melibatkan keluarga besar. Interaksi daring yang berlangsung terlalu lama tanpa kejelasan justru akan menimbulkan fitnah.
"Di setiap tahap, jangan lupa senantiasa memohon pertolongan dan perlindungan Allah SWT menjadi kunci utama agar dijauhkan dari godaan dan dipermudah menuju pernikahan yang halal dan diridai-Nya," kata dia.