Sabtu 21 Jun 2025 07:22 WIB

Kasus Mbah Tupon, Polisi Tetapkan 7 Tersangka Termasuk Mantan Anggota DPRD Bantul

BR diduga membujuk Mbah Tupon agar mempercayakan urusan pemecahan bidang tanah.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Fernan Rahadi
Polda DIY rilis 7 tersangka dalam kasus mafia tanah Mbah Tupon dalam konferensi pers yang digelar di Mapolda DIY, Jumat (20/6/2025).
Foto: Wulan Intandari
Polda DIY rilis 7 tersangka dalam kasus mafia tanah Mbah Tupon dalam konferensi pers yang digelar di Mapolda DIY, Jumat (20/6/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kasus dugaan mafia tanah yang menimpa Mbah Tupon (68), seorang warga lanjut usia buta huruf asal Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, memasuki babak baru. Terbaru Polda DIY resmi menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam perkara ini.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda DIY, Kombes Pol Idham Mahdi mengatakan enam dari tujuh tersangka telah dilakukan penahanan. Sementara satu tersangka lainnya belum ditahan karena tengah sakit dan masih menunggu proses pemeriksaan lebih lanjut. 

"Enam tersangka, kita tahan sejak kemarin Selasa, tiga (tersangka) kita lakukan penahanan hari ini," ujar Idham dalam konferensi pers yang digelar di Mapolda DIY, Jumat (20/6/2025).

Idham menyampaikan latar belakang para tersangka itu berbeda-beda, salah satunya adalah mantan pejabat publik. Ia adalah Bibit Rustamta alias BR (60), yang dikenal sebagai mantan Lurah Bangunjiwo dan juga pernah menjabat sebagai anggota DPRD Bantul untuk dua periode, pada 2014–2019 dan 2019–2024.

Dalam perkara ini, BR diduga memiliki peran penting, yakni membujuk Mbah Tupon agar mempercayakan urusan pemecahan bidang tanah kepada pihak-pihak lain yang kemudian ikut terlibat dalam skema mafia tanah. BR disebut memberikan dua Sertifikat Hak Milik (SHM) bernomor 24451 dan 24452 kepada tersangka lain, Triono alias TK (54), sembari menerima uang senilai Rp 60 juta dari Vitri Wahyuni alias VW (50).

Sementara tersangka lainnya adalah Triono alias Triyono alias TY, terdapat pula nama Muhammad Ahmadi alias MA (47) serta Indah Fatmawati alias IF (46), yang diketahui sebagai nama yang kini tercantum dalam sertifikat atas tanah milik Mbah Tupon.

Tersangka ketujuh adalah Anhar Rusli (60), yang saat ini belum dilakukan penahanan lantaran alasan kesehatan. Meski begitu, polisi menegaskan bahwa proses hukum terhadap Anhar tetap berjalan, termasuk rencana pemeriksaan dalam waktu dekat.

"Yang bersangkutan memang dalam kondisi sakit tapi tetap kita meminta pertanggungjawabannya," ucapnya.

"Kalau tidak hari ini yang bersangkutan akan melakukan pemeriksaan. Paling lama hari Selasa (pekan depan) untuk kita lakukan pemeriksaan," ujarnya menambahkan.

Modus Manipulasi Sertifikat Tanah

Idham mengungkapkan perkara bermula dari laporan polisi yang masuk pada Senin (14/4/2025), setelah Mbah Tupon mengetahui bahwa tanah miliknya hendak dilelang oleh bank. Mbah Tupin baru menyadari bahwa sertifikat yang sebelumnya atas namanya, telah digunakan sebagai agunan pinjaman oleh pihak lain tanpa persetujuannya.

Dalam proses penyelidikan, polisi menemukan bahwa korban dan istrinya, Amdiah Wati, ditipu untuk menandatangani sejumlah dokumen legalitas tanpa membaca isinya. Hal ini terjadi karena mereka percaya kepada salah satu pelaku, yakni BR (60), yang merupakan mantan Lurah Bangunjiwo sekaligus tokoh yang cukup dikenal oleh keluarga korban.

Adapun objek tanah yang menjadi sasaran adalah sertifikat induk seluas 2.103 meter persegi milik Mbah Tupon. Pada tahun 2020, tanah tersebut telah dipecah menjadi beberapa bidang. Dua sertifikat di antaranya adalah SHM 24451 (seluas 1.655 meter persegi) dan SHM 24452 (seluas 292 meter persegi). Kedua SHM itu kemudian digunakan untuk kepentingan para pelaku tanpa izin pemilik. SHM 24452 dijadikan jaminan pinjaman oleh TK dan VW, sementara SHM 24451 dialihkan kepemilikannya atas nama IF dan digunakan MA untuk pencairan kredit bank miliaran rupiah.

Kini polisi telah menyita sejumlah barang bukti, termasuk dua sertifikat tanah asli, dokumen AJB fiktif, serta berbagai surat dan dokumen pendukung lain yang memperkuat indikasi adanya kejahatan pertanahan terorganisasi.

Idham menjelaskan bahwa para tersangka dijerat dengan berbagai pasal yang mencakup tindak pidana penipuan, penggelapan, pemalsuan dokumen, serta pencucian uang.

"Para tersangka ini dikenakan pasal berlapis, yakni pasal 378 KUHP tentang penipuan, pasal 372 KUHP tentang penggelapan, pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, pasal 266 KUHP pemalsuan akta. Selain itu, pasal 3, 4, 5, Undang-Undang Pencucian Uang. Ancaman hukumannya 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement