REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Transaksi gadai emas dengan metode berkebun emas, dilarang Bank Indonesia (BI). Transaksi dengan model tersebut dinilai spekulatif, karena dilakukan secara berkali-kali.
Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI, Mulya Effendi Siregar, menilai metode tersebut digunakan para spekulan untuk mendapatkan keuntungan dari fluktuasi harga emas. Sayangnya, harga emas memiliki kemungkinan turun yang akhirnya membuat nasabah merugi.
"Saat harga emas turun, nasabah tidak mau membayar top up (biaya tambahan akibat fluktuasi harga emas)," ujar dia, Jumat (20/1).
Berbagai metode gadai emas untuk meningkatkan nilai pembiayaan tersebut, kata Mulya, tidak dianjurkan bank. "Informasi yang diberikan pihak ketiga kepada nasabah itu tidak memuat adanya top up karena asumsinya harga emas terus naik," ujar dia. Lantaran digunakan para spekulan, metode berkebun emas dan angsa emas akan dilarang BI.
Gadai emas di bank syariah dinilai tidak lagi untuk pembiayaan yang mendesak. Hal itu terlihat dari besarnya transaksi gadai emas di bank syariah per nasabah yang bisa mencapai miliaran rupiah. Bank Indonesia pernah mencatat transaksi seorang nasabah gadai emas di bank syariah dengan nilai hingga Rp 107 miliar.
Dengan nilai gadai emas tersebut, berat emas yang digadaikan bisa mencapai sekitar 21 gram. Berat itu dengan asumsi satu gram emas dihargai Rp 500 ribu dan Financing to Value (FTV) yang ditetapkan bank 100 persen.
Modus gadai emas yang diterapkan bank untuk transaksi dengan nasabah memakai dua metode. Pertama, metode berkebun emas yakni gadai dilakukan berkali-kali (bertingkat). Kedua, menggunakan metode angsa emas yakni bank memberikan tambahan pembiayaan di luar nilai gadai emas yang diterima nasabah.